Fakultas Hukum Unwahas Semarang menggelar kuliah umum bertema ‘Islam dan Hukum Humaniter Internasional’ di aula Unwahas jalan Menoreh Tengah X no. 22 Sampangan, Semarang. FOTO:UNGARANNEWS

UNGARANNEWS.COM. SEMARANG- Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang menyelenggarakan kuliah umum dengan mengambil tema ‘Islam dan Hukum Humaniter Internasional’ di aula Unwahas jalan Menoreh Tengah X no. 22 Sampangan Semarang, kemarin.

Kegiatan  diikuti 200 peserta lebih dari kalangan dosen,  mahasiswa dan tamu undangan. Menghadirkan narasumber Kushartoyo BS, SH, MH dan Novriantoni Kaharudin LC, M.Si dari Internasional Committe off the Red Cross (ICRC) Delegasi Regional untuk Indonesia dan Timur Leste.

Dekan Fakutas hukum Unwahas Dr Mastur SH MH menyampaikan pentingnya pembekalan pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Hukum, tidak hanya disiplin ilmu hukum dalam perspektif lokal, namun juga prespektif global.

“Diakui atau tidak peminatan mahasiswa terhadap isu-isu humaneter internasional saat ini masih rendah, karena itu dengan dikenalkan materi ini pada mahasiswa akan membuahkan ketertarikan terhadap isu-isu Hukum Humaniter Internasional (HHI),” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Kushartoyo menyampaikan materi tentang pengenalan kelembagaan ICRC, mulai dari sejarah, tugas pokok, fungsi serta apa saja yang sudah dikerjakan oleh ICRC.

Dijelaskan bahwa ICRC adalah lembaga kemanusiaan yang berpusat di Jenewa Swiss. ICRC mendapatkan mandat untuk melindungi korban konflik bersenjata baik di dalam negeri maupun Internasional. ICRC berjalan atas prinsip fundamental yaitu kemanusiaan, imparsialitas, netralitas, independensi, pelayanan sukarela, kesatuan dan universalitas.

“HHI bertujuan untuk meminimalisir penderitaan dan kerugian yang diakibatkan oleh perang. HHI mempunyai cakupan kerja perlindungan orang tidak bersalah atau tidak ikut serta dalam peperangan dan pembatasan alat, serta cara dalam pertempuran, dengan berjalannya pada nilai dasar agama, kesetariaan dan kepentingan militer dan kemanusiaan,” jelasnya.

Indonesia sendiri menurut Kushartoyo telah meratifikasi beberapa peraturan HHI, antara lain Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang (UU no. 59 tahun 1958). Konvensi dan Protokol Konvensi Den Haag 14 Mei 1954 tentang Perlindungan Benda Budaya di Saat Sengketa Bersenjata (Kep. pres tahun 1966); Konvensi Tentang Hak Hak Anak (Kep. Pres no. 36 tahun 1990); Konvensi Paris 1993 tentang Larangan Pengembangan Pruduksi Penimbunan dan Penggunaan Senjata Senjata Kimia dan tentang Pemusnahannya ( UU no. 20 thn 2006 ) dan Perjanjian Larangan Uji Nuklir Komprehensif (UU no. 1 tahun 2012)

“Sedangkan penerapan aturan HHI pada masa damai contohnya adalah kewajiban untuk tidak menyalahgunakan lambang palang merah atau bulan sabit merah. Pelanggaran ini pernah terjadi pada beberapa kasus yang berkaitan dengan kesehatan maupun cyber cases,” tambahnya.

Sementara itu, Novriantoni dalam materinya menyampaikan HHI dalam perspektif Hukum Islam, bahwa akar-akar HHI juga terdapat dalam sejarah dan doktrin Islam. Seperti sejarah perang-perang yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana terdapat dalam Al Qur’an di antaranya Al Baqarah ayat 190.

Dalam hukum Islam, ada beberapa prinsip dalm peperangan antara lain, berbuat adil, tidak menganiaya, tidak memutilasi, tidak membunuh anak/perampuan/orang tua renta /orang sakit/orang sipil. Tidak merusak bumi, larangan berbuat/membalas secara berlebihan dalam kuantitas dan kualitas.

“Secara ide moral, Islam tidak menganjurkan pemeluknya untuk perang. Bahkan lebih banyak ayat-ayat yang lebih mengajarkan kepada pemeluknya untuk memaafkan dan berbuat baik. Kalaupun berperang ada standar/prinsip moral yang harus ditaati dengan baik.” ujarnya.

Ditandaskan lagi, bahwa umat Islam hanya diperbolehkan perperang untuk keadaan yang benar-benar mendesak, yaitu memerangi orang-orang yang memerangi mereka secara nyata, bukan memulai memerangi pihak lain. (abi/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here