UNGARANNEW.COM. PURWOREJO- Viral di media sosial kemunculan kerajan baru di Purworejo, Jawa Tengah. Kerajaan tersebut menamakan diri Keraton Agung Sejagat (KAS).
Salah satu akun yang mengunggah informasi tersebut adalah akun Twitter @aritsantoso.
“Yang lagi heboh di Purworejo. Ada orang mengaku dari Kerajaan Agung Sejagat yang menguasai seluruh dunia. Mereka buat keraton-keratonan yang lokasinya di Desa Pogung, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo”.
“Ada-ada saja kelakuan warga 0275,” tulis akun @aritsantoso seperti dilihat detikcom, Senin (13/1/2020) petang.
Hingga pukul 18.59 WIB, cuitan tersebut mendapatkan respons 1.893 retweet, 2.017 suka, dan 464 komentar.
Penelusuran di lapangan, Keraton Agung Sejagat terletak di Desa Pogung Jurutengah, RT 03/RW 01, Kecamatan Bayan. Kerajaan dipimpin pasangan suami istri yakni Totok Santosa Hadiningrat dan Dyah Gitarja.
Polda Jawa Tengah mengirim tim ke Kabupaten Purworejo untuk melakukan sejumlah pemeriksaan terkait kehadiran Keraton Agung Sejagat yang sedang viral.
Kapolda Jateng Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengatakan pihaknya menerjunkan tim khusus yang dipimpin Direskrimum Polda Jateng Kombes Pol Budi Haryanto ke Purworejo.
“Hari ini tim bergerak ke Purworejo untuk melakukan pendalaman dan mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi,” ujar Rycko di Mapolda Jateng, Semarang, Selasa (14/1).
Sementara itu, Budi mengatakan pihaknya akan meneliti apakah ada unsur makar atau memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diniatkan pendiri dan pengikut keraton tersebut.
“Kalau perbuatan dan kegiatan tersebut bertujuan memisahkan diri dari NKRI kita jerat dengan pasal makar 106 KUHP,” ujar Budi.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, angkat bicara soal Kerajaan Keraton Agung Sejagat di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang viral. Ia meminta Pemkab setempat mengajak komunikasi kepada inisiatornya.
Ganjar mengatakan sebaiknya pihak dari Agung Sejagat berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat untuk membuktikan apakah betul kerajaan itu tercatat dalam sejarah. Jika perlu, berkomunikasi dengan ahli di perguruan tinggi.
“Sebaiknya kalau ada, bicara dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar bisa diketahui. Syukur-syukur ada perguruan tinggi bisa mendampingi, sehingga seluruh dokumen, kalau ada, bisa didiskusikan. Jadi bisa diuji secara ilmu pengetahuan,” kata Ganjar di kantornya, Jalan Pahlawan, Semarang, pagi. (dtc/tm)