UNGARANNEWS.COM. KARAWANG– Satia Putra, bocah obesitas asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat, meninggal dunia. Bocah berumur 7 tahun itu mangkat pada Sabtu 28 September kemarin sekitar pukul 22.00 WIB.
“Sempat sakit minggu lalu. Anak saya sakit asma. Sempat diobati di Puskesmas, lalu lanjut ke rumah sakit cuma tak ada perubahan,” kata Komariah, ibu kandung Satia saat ditemui di rumah duka, Jalan raya Tanjungbaru, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya kulon, Minggu (29/9/2019).
Satia menghembuskan nafas terakhir saat ayahnya Sarli (50) sibuk mencari kendaraan untuk membawa Satia ke rumah sakit. Lantaran tak menemukan mobil pinjaman, Sarli berinisiatif meminjam motor pikap roda tiga untuk mengangkut bocah berbobot 110 Kg itu.
“Tapi motor baru dibersihkan, anak saya sudah tidak ada,” kata Sarli saat menceritakan detik-detik terakhir anaknya.
Sekitar dua bulan lalu, Satia sempat membuat heboh karena dikabarkan mengalami obesitas setelah operasi sunat. Berat badannya disebut-sebut naik drastis semenjak anak itu disunat empat tahun lalu.
“Dulu pernah ditawari operasi memotong lambung. Tapi kami tolak karena tak tega,” kenang Sarli.
Sarli menuturkan, saat itu, ia tak sampai hati jika anaknya sampai dioperasi dan lambungnya dipotong. Alhasil Sarli dan Komariah sepakat memulangkan Satia dari RSUD Karawang beberapa bulan lalu.
Saat itu, kata Sarli, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ahli RSUD Karawang, tak ada gangguan pada organ dalam Satia. “Anak saya dinyatakan sehat usai diperiksa. Cuma memang obesitas saja,” kata dia.
Lantaran tak menyetujui anaknya dioperasi, Sarli dan Komariah meminta obat penurun nafsu makan saja. Namun rupanya, cara itu juga tak ampuh meredam nafsu makan anaknya.
Sampai akhirnya pekan lalu, kondisi kesehatan Satia menurun. Sesak nafas yang ia alami makin parah. Bocah yang sempat membuat heboh karena dikabarkan obesitas gara-gara operasi sunat itu dinyatakan menderita asma.
Di pengujung akhir hidupnya, Satia makin manja. Kemarin siang sebelum meninggal, kenang Sarli, Satia berulang kali meminta dibelikan mainan. Sarli pun membonceng anaknya membeli mainan. Saat itu, Sarli tak menyangka jika itu kali terakhir ia membonceng anak yang dicintainya.
“Dia bilang hayu beli mainan, ini terakhir Pa,” kata Sarli mengenang permintaan terakhir anaknya.
Mengingat kasus yang dialami Satia, dokter mengingatkan pentingnya pemeriksaan genetika pada anak yang mengalami obsitas.
“Dalam kasus obesitas ekstrem seperti ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan gen. Meski tidak besar, gen ikut mempengaruhi munculnya obesitas. Pengaruh gen ada yang bilang 10, 20, dan 30 persen,” kata dokter spesialis anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) dr Klara Yuliarti, SpA (K).
Hasil pemeriksaan gen menjadi bahan pertimbangan program penurunan berat badan pada anak dengan obesitas. Tata laksana program terdiri atas kegiatan penyeimbangan asupan dan penanganan komplikasi.
Penyeimbangan asupan bertujuan membuang timbunan lemak dalam tubuh dengan aktivitas fisik. Jumlah energi yang keluar harus sama dengan yang masuk untuk mencegah adanya timbunan baru. Kegiatan penanganan komplikasi bertujuan menangani efek akibat berat badan berlebih misal munculnya sindrom metabolisme, sesak napas, dan gangguan tidur.
Satia yang berat badannya pernah 97 kg punya nafsu makan besar, dikabarkan mulai terjadi usai sunat 4 tahun lalu. Dalam sehari Satia bisa makan 8 kali yang belum mencakup cemilan. Satia juga kerap bangun minta makan pukul 12 dini hari karena lapar. (dtc/abi/tm)