UNGARANNEWS.COM. UNGARAN TIMUR- Kasus kekerasan anak di Kabupaten Semarang awal tahun ini mengalami peningkatan di bandingkan tahun lalu. Dalam semester pertama tahun ini, tercatat ada 15 kasus kekerasan pada anak-anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan KB (DP3AKB) Romlah mengatakan, dari 15 kasus tersebut diantaranya dialami oleh 9 anak perempuan dan 6 anak laki-laki. Sebagian dari mereka mengalami pelecehan seksual dan kekerasan fisik.
“Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” tandasnya.
Romlah menegaskan pengasuhan terbaik bagi anak korban kekerasan diharapkan tetap ada di keluarga. Dia mengakui biaya untuk operasional rumah aman relatif mahal.
Meski pihaknya telah memperjuangkan pendiriannya sejak lama, namun belum mampu merealisasikannya.
“Jika memang anak korban kekerasan terpaksa harus ditampung di rumah aman, Kami sudah menjalin kerja sama dengan pihak swasta yang memiliki fasilitas itu,” terangnya.
Hal tersebut menjawab harapan Ketua forum anak Kabupaten Semarang (Fakas) Fikri Cahyo Wicaksono (14) yang menginginkan pendirian rumah aman bagi anak korban kekerasan.
Permintaan itu disampaikannya kepada Bupati Semarang H Mundjirin saat peringatan Hari Anak Nasional tingkat Kabupaten Semarang di Ungaran, Kamis (23/7/2020).
Menurut Fikri, kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Semarang cenderung. Rumah aman itu diperlukan untuk membantu penyembuhan psikis dan fisik korban kekerasan. Apalagi saat pandemi Covid-19 ini, anak lebih banyak beraktifitas di dalam rumah.
Kondisi ini rentan terjadi tindakan kekerasan dari anggota keluarga lainnya. Apalagi dalam keluarga yang tidak utuh atau bermasalah. Anak dinilai berhak mendapatkan perlindungan yang menjadi hak dasarnya.
“Karenanya Kami berharap Pemkab Semarang membuat rumah aman bagi anak korban kekerasan. Selain itu juga untuk anak-anak yang mengalami masalah sosial seperti anak jalanan dan anak punk,” tegasnya.
Dalam kesempata itu, Bupati H Mundjirin mengakui pandemi Covid-19 ini berdampak pada psikologis dan kehidupan anak. Kegiatan belajar dan bermain di luar rumah yang hilang menyebabkan stress.
“Namun harapannya anak-anak tetap belajar dan menjadi generasi penerus yang cerdas dan berakhlak mulia,” ujarnya. (hms/abi/tm)