UNGARANNEWS.COM. UNGARAN BARAT- Melihat metode penghitungan pada Pemilu 2019 ini caleg siapa saja bisa terpilih asalkan mampu memperoleh suara terbanyak dan memenuhi suara kursi yang diraihnya.
Berbeda dengan Pemilu 2014 yang lalu, pemenang diambil dari nomor urut pertama di partainya. Dengan demikian suara terbanyak belum tentu mendapat kursi mewakili partainya.
Dengan metode hitungan Pemilu saat ini, tidak mudah membuat estimasi siapa-siapa saja caleg yang bakal menduduki kursi di DPRD.
Seperti kondisi dialami caleg DPRD Kabupaten Semarang saat ini, belum bisa memastikan siapa-siapa yang pasti jadi. Semua masih menunggu hasil hitungan komulatif seluruh partai oleh KPU Kabupaten Semarang untuk pembagian kursi DPRD.
Lantas bagaimana cara menghitung konversi komulatif perolehan suara dengan jumlah kursi DPRD? Berikut ini UNGARANNEWS.COM uraikan dari hasil perbincangan dengan Komisioner KPU Kabupaten Semarang, Aris Mufid di kantor KPU tadi siang.
Aris menjelaskan, metode konversi penghitungan perolehan suara partai ke kursi DPRD Kabupaten Semarang untuk Pemilu tahun ini menggunakan metode Sainte Lague. Metode ini juga berlaku untuk Pileg lainnya, yakni pemilihan caleg DPR RI, dan DPRD Provinsi.
“Pelaksanaan Pemilu 2019 ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya yang menggunakan metode Kuota Hare yang memakai metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) dalam menentukan jumlah kursi. Maka pada Pemilu kali ini menggunakan teknik Sainte Lague untuk menghitung suara,” ujarnya.
Metode ini diperkenalkan oleh seorang pakar matematika asal Perancis bernama Andre Sainte Lague pada tahun 1910. Penggunaan metode ini tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Dalam Pasal 414 ayat (1), disebutkan bahwa setiap partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sebesar 4 persen untuk caleg DPR RI.
“Partai yang tidak memenuhi ambang ubatas tersebut tidak akan diikutsertakan dalam penentuan kursi di DPR RI,” jelasnya.
Dilanjutkan, setelah memenuhi ambang batas atau parliamentary threshold perolehan suara partai tersebut akan dikonversi menjadi kursi di DPR RI pada setiap daerah pemilihan (Dapil).
Sesuai Pasal 415 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2019, suara partai akan dibagi dengan pembagi suara bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dan seterusnya.
Diungkapkan, bahwa metode penghitungan suara atau konversi jumlah suara pemilih menjadi kursi di DPRD menjadi bahasan saat ini di kalangan caleg dan masyarakat.
“Belum bisa dilihat jumlah kursi masing-masing partai, sebelum mengetahui jumlah keseluruhan suara yang masuk sesuai data otentik. Saat ini kita masih mengimpun real count,” tandasnya.
Menurutnya, sistem konversi suara ke kursi partai yang dipilih akan berkorelasi dengan raihan kursi yang akan diperoleh caleg masing-masing partai.
Prioritas caleg yang memperoleh suara terbanyak akan menduduki rangking pertama, baru kemudian caleg di bawahnya seusai jumlah kursi yang didapat partai.
Dijelaskan lagi, dalam Kuota Hare, ada dua tahapan yang harus dilalui untuk mengkonversi suara menjadi kursi.
Pertama, penentuan harga satu kursi dalam satu daerah pemilihan (Dapil) dengan menggunakan rumus V (vote) dibagi S (seat).
Kedua, jumlah perolehan suara partai politik di suatu Dapil dibagi dengan hasil hitung harga satu kursi yang telah dilakukan di tahap pertama untuk mengetahui jumlah perolehan kursi masing-masing partai di Dapil tersebut. (abi/tm)