UNGARANNEWS.COM. BANYUBIRU- Tim arkeolog dari Kabupaten Semarang kembali meneliti situs Batur di Dusun Babadan, Desa Gedong, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan data pasti terkait bangunan yang sudah ada sejak abad ke-9 itu.

Situs yang diberi nama Batur itu memiliki luas tumpukan batu 8×8 meter dan berada pada ketinggian 624 meter di atas permukaan laut. Letak situs itu pun cukup strategis dengan pemandangan pegunungan seperti Bukit Gajahmungkur serta pemandangan Danau Rawa Pening.

Arkeolog Semarang, Tri Subekso, menduga Situs Batur dibangun pada abad ke-9. Menurutnya, penemuan situs yang dulu dijadikan tempat pemujaan itu masih bisa bertambah luas jika terus dilakukan penggalian.

Meski tinggal menyisakan reruntuhan saja, namun situs ini tergolong istimewa apabila ditinjau dari lanskap religi. Tentunya pendirian candi ini didasarkan pada pertimbangan orientasi yang sesuai dengan konsepsi keagamaan masyarakat Jawa pada masa itu,” kata Subekso, Jumat (21/9/2018).

Prediksi luasan situs itu, menurut Subekso, didasarkan dengan bukti lokasinya yang ideal dikelilingi pegunungan. Di mana lanskap alam pegunungan itu sangat ideal dijadikan sebagai Mandala atau kawasan bangunan suci dan tempat melakukan upacara keagamaan.

Tak hanya itu saja. Pada bagian lereng bawah yang berjarak 100 meter, terdapat sumber mata air. Besar dugaan dahulunya pernah dibangun patirtan yang fungsinya untuk mengambil air suci (Amerta) dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitar.

Selain itu, Subekso juga menilai letak situs ini berdekatan dengan Dusun Kayuwangi sebelahnya yang ternyata bersifat arkais atau kuno. Menurut litaratur sejarah prasasti Jawa Kuno, Kayuwangi adalah nama raja Mataram Kuno yang memerintah pada abad ke- 9.

“Memang perlu adanya penelitian yang lebih mendalam, namun munculnya data arkeologi dan nama dusun yang bersifat arkais ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja,” katanya.

Sementara, pamong budaya Kecamatan Bayubiru, Mafud Fauzi, menambahkan, situs Batur sendiri sebenarnya sudah diketahui masyarakat, namun memang belum masuk data inventarisasi pemerintah. Karenanya, situs itu perlu diteliti kembali secara mendalam.

“Keberadaan situs ini dilindungi Undang Undang Cagar Budaya,” ucapnya.

Ahmadi selaku Kadus Babadan menyebut, dulunya masyarakat masih menemui bangunan tersisa seperti Yono di kawasan situs. Namun, saat ini Yono tersebut telah hilang. Selain itu, di sekitar situs juga terdapat sendang atau mata air yang kerap ada di kawasan situs kuno.

Harapan Mafud jelas beralasan, lantaran Kepala Dusun Babadan, Ahmadi sendiri yang mengatakan jika dulunya pernah ada artefak Yoni di sana. Letaknya di tengah situs, tapi kini sudah hilang.

Bahkan, tambahnya, sebelum pembangunan pipa-pipa yang disalurkan ke warga desa, dulunya ada tatanan batu yang bentuknya persis seperti Situs Batur. Ia pun yakin bahwa sebenarnya struktur bangunan di bawah permukaan tanah juga masih ada.

“Sekarang sudah hilang atau mungkin tertimbun, sayang sekali memang. Saya harap nanti ada penelitian dan penanganan dari instansi terkait untuk melestarikan situs kuno di dusun ini,” imbuhnya. (viv/amu/01/foto:ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here