UNGARANNEWS.COM. UNGARAN BARAT- Bagi sebagian orang mendapati sakit jantung mungkin akan membuatnya terpuruk, tapi tidak dengan Lestari. Warga Langensari, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang itu tampak tegar menghadapi cobaan yang diterimanya.
Ditemui di kediamannya, Lestari yang kala itu sedang menidurkan cucunya tidak keberatan berbagi kisah hidupnya.
Sehari-hari Lestari berjualan gorengan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan dibantu suaminya, Lestari memasarkan dagangannya dini hari di pasar Babadan Ungaran. Ada kalanya ia juga menerima pesanan snack dari tetangga dan warga sekitar.
Kurang lebih tiga tahun yang lalu, Lestari mulai merasakan penurunan pada kondisi kesehatannya. Ia mulai merasakan deg-degan, keluar keringat dingin dan badan lemas.
Ahwalnya Lestari mengira kalau dirinya hanya masuk angin biasa sehingga ia belum memeriksakannya ke dokter. Hingga akhirnya suatu ketika ia jatuh pingsan. Lestari kemudian berobat ke dokter keluarga dan sejak itu ia sadar bahwa sakit yang dideritanya bukan sakit yang sepele. Lestari mendapati dirinya mengalami sakit jantung.
“Dulu saya berobat ke dokter syaraf, lalu saya dirujuk ke dokter jantung. Kemudian saya melakukan serentetan pengecekkan, mulai dari rontgen, pemeriksaan MRI dan lainnya. Di pertengahan tahun 2018 saya dipasang ring jantung. Kalau ditanya semua itu berapa biayanya saya jawab dua puluh lima ribu lima ratus rupiah!”, ungkap Lestari mantap.
Lestari adalah peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Dua puluh lima ribu lima ratus rupiah yang ia maksud adalah besaran uang yang ia keluarkan untuk membayar iuran JKN-KIS kelas tiga.
Lestari dan keluarga memang sudah cukup lama terdaftar sebagai peserta. Baginya ini adalah langkah awal untuk mendapatkan kemudahan jaminan kesehatan. Dan benar saja ketika ia mengalami sakit ia tidak menggelontorkan uang sepeserpun untuk berobat.
Menurut Lestari sakit jantung itu bisa mematikan dan tidak mematikan tergantung orangnya. Semangatnya untuk sembuh didukung bantuan pengobatan yang ia terima sebagai peserta JKN-KIS membuatnya mampu bertahan.
“Tiap hari saya bangun jam sebelas malam, saya masak nyiapain gorengan yang akan dijual. Jam tiga pagi suami antar gorengan ke pasar sekaligus mengambil antrian Rumah Sakit untuk kontrol. Sementara itu saya melanjutkan menyiapkan pesanan snack. Jam tujuh pagi saya berangkat ke Rumah Sakit.
Begitu seterusnya, dalam satu minggu ada empat hari saya ke Rumah Sakit karena harus kontrol di bagian saraf, jantung, bedah dan fisioterapi. Sedangkan obat yang saya minum jumlahnya ada sembilan. Satu hari diminum tiga kali jadi total obat yang saya konsumsi dua puluh sembilan,” lanjutnya.
Lestari mengaku rutinitasnya yang cukup padat dalam menjalani pengobatan tidak ia keluhkan. Bahkan dari seringnya Lestari kontrol ke Rumah Sakit ia mendapat banyak teman baru. Tidak jarang ia mendapat pesanan snack dari kenalannya di Rumah Sakit. Baginya ini adalah keberkahan kedua selain manfat JKN-KIS yang diterimanya.
Selanjutnya Lestari berharap agar kesinambungan program JKN-KIS terus berjalan dan semakin banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya program tersebut. Lestari juga berpesan agar masyarakat yang belum terdaftar untuk segera mengurusnya.
Menurutnya akan sangat disayangkan jika besarnya manfaat yang diterima sebagai peserta JKN-KIS tidak dirasakan oleh semua orang. (ril/abi/tm)