UNGARANNEWS.COM. UNGARAN BARAT- Keberadaan truk pasir mangkal di Terminal Sisemut Ungaran masih terus menjadi polemik. Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Semarang mencarikan solusi dengan mengusulkan pembangunan terminal barang di dekat Laksana di Wujil.
Melihat proses pembahasan dan penganggaran yang membutuhkan waktu lama, menjadikan polemik truk pasir di terminal Sisemut bakal terus berlanjut. Sebelumnya Dishub menyampaikan truk pasir mangkal di terminal dinilai melanggar karena fungsi terminal untuk angkutan orang bukan angkutan barang.
Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Semarang Joko Widodo mengatakan, rencana pembangunan terminal barang masih berupa usulan. Belum ada pembahasan di DPRD sehingga tidak akan bisa terwujud dalam waktu dekat ini.
“Rencana pembangunan terminal barang tahun anggaran ini belum dialokasikan, baru bisa nanti di tahun Anggaran 2020. Itu perlu pengkajian lebih dulu, mana titiknya termasuk nantinya juga akan digunakan untuk pangkalan truk pasir,” ujarnya.
Menurutnya, parkir truk pasir dijadikan satu dengan parkir terminal angkutan barang masih relevan. Untuk itu membutuhkan tempat yang luas. Fungsi terminal bisa digunakan parkir inap angkutan, seperti truk barang yang yang membutuhkan pendinginan mesin bisa masuk terminal barang.
“Selama ini truk melakukan pendinginan mesin dengan parkir di pinggir jalan tentu ini mengganggu, rawan menyebabkan kemacetan. Adanya truk barang untuk parkir inap sangat berpotensi untuk menambah pendapatan daerah,” tandasnya.
Menanggapi masalah yang tak kunjungi selesai, Jokowid –panggilan akrabnya— meminta Pemkab Semarang perlu duduk bersama dengan paguyuban truk dan terminal untuk membicarakan bersama. Tapi itu belum solusi akhir, perlu segera dicarikan solusi melokalisir berkaitan dengan angkutan barang dan angkutan orang.
Diberitakan sebelumnya, Pj Koordinator Pelaksana Sub Terminal Sisemut dari Dishub Kabupaten Semarang, Maskon mengatakan, keberadaan truk pasir menempati terminal Sisemut sudah berlangsung sejak sekitar tahun 2014 lalu. Selama itu pihaknya tidak berani menarik retribusi karena keberadaannya di terminal melanggar.
Salah seorang anggota paguyuban truk pasir terminal Sisemut, Panut (45) mengatakan setiap hari ada hampir 20 truk yang mangkal di terminal. Keberadaannya di terminal sudah dikenal masyarakat sehingga memudahkan pengelola truk untuk menjual pasir yang sudah dimuat di masing-masing truk yang terpakir. Satu truk pasir rata-rata dijual Rp 1.700.000,-. (abi/tm)