Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan KPK warna orange dengan tangan terborgol keluar dari gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari tadi. FOTO:IST/DETIK

UNGARANNEWS.COM. JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) asal Jawa Tengah Wahyu Setiawan  sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

Selain Wahyu, KPK juga menjerat mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina  yang juga caleg DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dari Jambi, Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful.

Penetapan tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK pada Rabu, 8 Januari 2020.

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli, membeberkan konstruksi perkara tersebut. Menurut dia, pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU No 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

Pengajuan gugatan materi ini, kata dia, berkaitan dengan meninggalnya caleg terpilih PDIP dari Sumsel I, Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

“Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA kemudian menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu,” kata Lili dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Januari 2020.

Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Caleg PDIP Dapil Sumsel 1, Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut. Namun, tanggal 31 Agustus 2019, KPU justru menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Almarhum Nazarudin Kiemas yang juga adik almarhum Taufik Kiemas.

“Dua pekan kemudian atau tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg,” jelas Lili.

Saeful kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina serta melakukan lobi-lobi untuk mengabulkan Harun Masiku sebagai Pergatian Antar Waktu (PAW).

“Selanjutnya, ATF (Agustiani Tio Fridelina) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful), kepada WSE (Wahyu Setiawan) untuk membantu proses penetapan HAR (Harun Masiku) dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas ‘Siap, mainkan!’,” kata Lili.

Untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI dengan PAW, Komisioner KPU RI  Wahyu Setiawan minta dana operasional Rp900 Juta.

Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian, yaitu Pertengahan Desember 2019. Salah satu sumber dana memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, Doni dan Saeful.

“WSE menerima uang dari ATF sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan pada akhir Desember 2019. Kemudian HAR memberikan uang pada SAE sebesar Rp850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP,” kata Lili.

Saeful kemudian memberikan uang Rp150 Juta pada Doni, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta ke Agustiani, dan Rp 250 Juta untuk operasional.

Dari Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk Wahyu Setiawan. Waktu operasi tangkap tangan, uang itu masih disimpan oleh Agustiani.

“Pada Selasa, 7 Januari 2020 berdasar hasil rapat Pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan HAR (Harun Masiku) sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal,” kata Lili.

Setelah gagal di rapat pleno KPU, Wahyu Setiawan yang pernah bertugas di KPU Banjarnegara ini lalu menghubungi Doni dan menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan agar Harun Masiku jadi PAW.

Pada Rabu, 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani. Setelah hal ini terjadi, tim KPK melakukan OTT. “Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani dalam bentuk Dollar Singapura,” imbuh Lili. (dbs/viva/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here