Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat menggelar kasus prostitusi memperkerjakan pekerja seksual ABG berkedok Café Khayangan di daerah Rawa Bebek, Penjaringan, Jakarta Utara. FOTO:IST/DETIK

UNGARANNEWS.COM. JAKARTA- Komisioner KPAI Ai Maryati mendorong kepolisian mengusut kasus prostitusi Cafe Khayangan hingga tuntas. KPAI meminta polisi memeriksa aliran dana kafe tersebut, yang disebut mampu menghasilkan omzet Rp 1 hingga 2 miliar per bulan.

“Saya mau dorong polda jangan hanya sampai pada mengungkap yang di bawah saja, tapi tariklah sampai pada persoalan mami itu, sampai uang Rp 2 miliar, itu dia aliran rekeningnya ke mana,” kata Maryati, Sabtu (25/1/2020) malam.

Maryati menuturkan dalam kasus prostitusi, dia kerap mendengar informasi ada pihak-pihak yang turut membantu atau melindungi jalannya bisnis lendir tersebut. Dia mempertanyakan, apakah ke depan polisi akan ‘menguliti’ kasus ini hingga ke tahap tersebut.

“Maksud saya kalau misalnya selalu orang bilang hal-hal seperti itu, ada backingan-nya di belakang, atau ada ruang mafia lainnya yang melindungi, maksud saya polisi sampai pada wilayah itu tidak? saya mendorong kepolisian melihat aliran dana mami ini ke mana, ini kan melibatkan PPTAK,” tandas Maryati.

Maryati juga menceritakan ABG Cafe Khayangan menjadi korban diintimidasi dan dieksploitasi sebagai pekerja seks. Pihak kafe merampas HP mereka dan tak memberi mereka gaji.

“Paling lama yang di bawah umur itu sudah tujuh bulan bekerja. Ada yang baru seminggu tapi sudah harus melayani belasan laki-laki, artinya mereka (Cafe Khayangan) punya standart kerja tinggi, dan anak-anak ini kaget semua. Kondisinya alat komunikasi dirampas, lalu dia juga kaget yang sudah 2, 3 bulan tidak digaji per bulannya,” ungkap Maryati seperti dilansir dari detikcom.

Maryati menceritakan dirinya telah bertemu dan berdialog dengan para korban. Tak hanya soal HP dirampas dan tak digaji, korban juga menuturkan tak bisa kabur dari Cafe Khayangan karena penjagaan di sana ketat.

“Mereka bilang ada istilahnya penjagaan ketat. Mereka cerita ‘Ibu, bagaimana saya mau kabur, saya diikuti, setiap pintu nyaris tidak bisa dilewati,” ujar Maryati.

Masih berdasarkan pengakuan para korban, lanjut Maryati, pihak Cafe Khayangan menerapkan aturan setiap kebutuhan sehari-hari para pekerja seksnya dipenuhi, namun dicatat sebagai utang. Dia menilai kejahatan yang dilakukan pihak kafe terencana matang.

“Kebutuhan sehari-hari si korban diberikan, tapi dicatat sebagai utang, diposisikan tidak berdaya. Saya sebut ini perbudakan modern karena kalau si korban diberi kuasa atas dirinya, sekalipun dia dilacurkan, dia akan mampu memilih juga istilahnya, mampu mengambil keputusan sendiri. Berdasarkan temuan dan pengalaman anak-anak, ini terlihat kejahatan mereka berencana,” jelas Maryati.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus sebelumnya mengatakan Cafe Khayangan merupakan pecahan dari Kalijodo. Saat Kalijodo dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta, para tersangka mendirikan Cafe Khayangan dan menjual PSK-PSK di bawah umur. Sepuluh anak baru gede (ABG) dijajakan untuk melayani nafsu pria hidung belang.

Kasus ini dibongkar oleh Tim Subdit 5 Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Total ada tujuh tersangka yang ditangkap. Para pelaku menjaring korban melalui media sosial dengan diiming-imingi gaji besar.

Para tersangka tega mempekerjakan anak-anak dengan rentang usia 14-18 tahun. Para korban juga dipaksa melayani 10 tamu pria dalam semalam dan korban pun kini terjangkit penyakit. Kafe remang-remang ini bahkan disebut beromzet Rp 2 miliar per bulan.

Hingga hari ini polisi telah menetapkan 8 orang sebagai tersangka. Polisi juga mengatakan akan terus mengembangkan penyidikan. (dtc/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here