Pengunjung melihat lukisan RA Kardinah yang dipajang dalam pameran di Gedung DPRD Kota Tegal, belum lama ini. FOTO:IST/RATEG

UNGARANNEWS.COM. TEGAL- Setiap peringatan Hari Kartini pada tanggal 1 April, ingatan masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya tidak pernah lepas dari sosok Raden Ajeng (RA) Kardinah. Ya, RA Kardinah merupakan adik dari RA Kartini.

Keduanya merupakan putri dari Bupati Jepara Raden Mas (RM) Adipati Ario Sosroningrat. Keduanya juga punya jasa besar hingga namanya tetap harum di masyarakat. Jika sosok Kartini dikenal karena kegigihannya dalam memperjuangkan emansipasi wanita di tanah air, RA Kardinah sesungguhnya jasanya tak kalah besar terutama bagi warga Tegal.

Berkat jasa beliau dalam memperjuangkan pendidikan kaum wanita dan kaum pribumi di wilayah Tegal, namanya diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kota Tegal.

Bersama saudaranya yang lain, Roekmini, ketiganya dikenal Tiga Serangkai atau Tiga Bersaudara.

Yono Daryono dalam bukunya yang berjudul Kardinah: Sebuah Biografi Pejuang Kemanusiaan (1881-1971) yang diterbitkan 2019 menguraikan, Kardinah pindah ke Tegal pada 16 Juni 1908 atau empat tahun setelah Kartini wafat. Kepindahan Kardinah seiring dengan penetapan suaminya, RM Rekso Harjono atau yang belakangan dikenal Reksonegoro, menjadi Bupati Tegal.

Meski mengerti bahwa saat itu penduduk Tegal masih terbelakang seperti wilayah-wilayah lainnya, Kardinah tetap gembira, dan tanpa ragu menuntun mereka menuju modernisasi. Setelah beberapa bulan menetap, Kardinah memulai tugasnya sebagai istri bupati dengan melakukan anjangsana ke masyarakat Jawa maupun Belanda.

Kartini semasa hidup meninggalkan lebih dari seratus surat, yang salah pesannya adalah “berilah pendidikan kepada bangsa Jawa”. Surat-surat Kartini dihimpun oleh sahabat penanya, Abendanon menjadi sebuah buku dengan judul Door Duisternis Tot Licht dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang, yang juga sampai ke tangan Kardinah.

Di sela kesibukannya sebagai istri bupati, Kardinah bersikeras membangun Sekolah Kepandaian Putri di Tegal dan aktif membantu sekolah-sekolah Kartini di Jawa. Dia pun ikut mengumpulkan dana dan menjaring siswa untuk masuk ke Sekolah Dokter Jawa atau populer disebut Stovia di Batavia yang sekarang merupakan Jakarta.

Kardinah sangat ingin mencerdaskan kaum perempuan agar bisa menguasai berbagai bidang kepandaian. Untuk bisa mendirikan Sekolah Kepandaian Putri, Kardinah mencari dana sendiri dengan menulis buku. Hasil penjualan buku yang terjual laris akhirnya bisa untuk biaya membangun Sekolah Kepandaian Putri untuk gadis pribumi yang diberi nama Wisma Pranowo.

Karya terbesar Kardinah adalah RSUD Kardinah di Jalan KS Tubun, Kota Tegal, yang awalnya bernama Kadinah Ziekenhuis. Seperti saat membangun Sekolah Kepandaian Putri, biaya pendirian RSUD Kardinah diperoleh dari hasil penjualan buku yang ditulis Kardinah, ditambah kompensasi Pemerintah Belanda, dengan jumlah uang total mencapai 16.000 Gulden.

Sejak kecil, Kardinah memang mempunyai cita-cita mendirikan rumah sakit umum, karena sering melihat ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan. Apabila dirinya sakit, berbaring di tempat tidur dan selimut serta obatnya dari dokter. Sedangkan jika pelayan sakit, hanya di balai-balai, obatnya sekehendak sendiri, dan selimutnya dari kain.

Dari hasil penjualan bukunya, Kardinah juga masih bisa mendirikan rumah penampungan untuk orang-orang miskin di dekat rumah sakit. RSUD Kardinah kini terus berkembang dan menjadi rumah sakit rujukan. Atas jasa besarnya itu, pada 1969 Pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan Lencana Kebaktian Sosial Republik Indonesia kepada Kardinah.

Yono mengatakan, sepeninggal Kartini, Kardinah mengerjakan apa yang dicita-citakan Kartini.

“Kemurnian gagasan Kartini diterjemahkan Kardinah dengan bahasa nyata, yakni perbuatan. Saya berpendapat Kardinah layak diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional,” kata Yono yang mulai tergugah meneliti Kardinah sejak 1976. (rateg/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here