Oleh: Purbowati, S.Gz., M.Gizi (Dosen Prodi Gizi FIK UNW, DPL KKN Desa Sidoharjo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang)
BALITA merupakan aset utama yang menentukan perkembangan suatu bangsa. Balita yang sehat akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, berprestasi, dan produktif, sedangkan balita yang mengalami masalah kesehatan selain akan menurunkan produktifitas pada masa selanjutnya juga akan menjadi beban negara. Usia balita sebagai tahapan perkembangan anak yang rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit kronis yang disebabkan kekurangan asupan zat gizi. Masalah gizi kronis pada balita yang sering terjadi adalah stunting yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya.
Stunting (pendek) merupakan gangguan pertumbuhan yang disebabkan karena adanya ketidakcukupan asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi kronis maupun berulang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi stunting pada balita di Indonesia sebesar 30,8 %, angka tersebut menurun dari tahun 2013 yaitu 37,2 %. Dampak buruk akibat stunting jika tidak segera diatasi adalah gangguan pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme tubuh, imunitas rendah, serta terganggunya perkembangan otak. Hal tersebut akan berdampak panjang yaitu kemampuan kognitif dan prestasi belajar rendah, serta berisiko mengalami penyakit degeneratif seperti diabetes dan penyakit kardiovaskuler.
Upaya pencegahan stunting perlu ditingkatkan untuk menurunkan angka kejadian stunting dan mencegah terjadinya dampak yang ditimbulkan. Peran orang tua sangat penting yaitu dengan memberikan ASI eksklusif, MPASI yang tepat, dan menjaga hygiene sanitasi agar sejak dini balita mendapatkan asupan gizi yang cukup dan terhindar dari penyakit infeksi. Sedangkan peran tenaga kesehatan juga tidak kalah penting seperti bidan desa dan kader posyandu yaitu mengingatkan dan menyadarkan orang tua untuk melakukan hal tersebut, sosialisasi edukasi gizi kesehatan kepada ibu hamil dan orang tua balita, memantau pertumbuhan bayi balita setiap bulan di posyandu. Pemantauan tinggi badan balita menurut umur merupakan upaya mendeteksi dini kejadian stunting agar dapat segera mendapatkan penangan untuk menunjang tinggi badan optimal.
Kader posyandu adalah warga masyarakat yang dilibatkan puskesmas untuk mengelola posyandu secara sukarela. Mereka merupakan pilar utama dan garis pertahanan terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena merekalah yang paling memahami karakteristik masyarakat di wilayahnya. Tugas kader di posyandu adalah 5 meja yaitu pendaftaran, pengukuran tinggi badan dan berat badan, pencatatan, penyuluhan gizi, dan pelayanan kesehatan. Tugas meja ke-2 dan ke-3 ini penting dalam menentukan bagaimana status gizi bayi balita terutama status tinggi badan menurut umur untuk mendeteksi kejadian stunting.
Tidak sampai di situ saja. Kader juga mengingatkan masyarakat jadwal posyandu, menghimbau ibu hamil dan orang tua balita agar datang ke posyandu untuk memantau status gizi dan kesehatan. Jika ditemukan balita yang mengalami masalah gizi termasuk stunting, kader akan melaporkan kepada bidan desa dan merujuk kepada puskesmas agar mendapatkan penanganan. Kader juga yang menyalurkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dari puskesmas kepada balita gizi kurang ataupun stunting. Stunting dapat dicegah dengan memenuhi asupan gizi seimbang ibu sejak masa pra konsepsi (pembuahan) hingga masa 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) yaitu bayi usia 2 tahun. Kader posyandu mengedukasi remaja dan wanita usia subur untuk menjaga pola makan seimbang agar tidak mengalami KEK (kekurangan energi kronis) dan anemia. Dimana wanita yang mengalami KEK dan anemia jika hamil akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan panjang bayi pendek. Jika tidak ditangani secara tepat bayi tersebut akan tumbuh menjadi anak stunting.
Akan tetapi dalam praktiknya, masih banyak kader yang mengukur tinggi/panjang badan dan berat badan balita tidak sesuai dengan prosedur yang tepat dan kesalahan dalam ploting grafik pertumbuhan. Ploting pada grafik pertumbuhan dalam KMS merupakan cara menentukan status gizi balita dengan cepat dan mudah diterapkan di masyarakat. Parameter untuk menentukan stunting adalah panjang/tinggi badan dan umur. Pengukuran panjang badan (posisi terlentang) pda balita usia 0-2 tahun, tinggi badan (posisi berdiri) pada balita usia 2-5 tahun. Ploting pada grafik pertumbuhan panjang badan/tinggi badan menurut umur.
Karena sekali lagi, kader posyandu hanya warga yang dengan sukarela bersedia mengabdikan dirinya kepada masyarakat terutama di bidang kesehatan. Oleh karena itu perlu diadakan kegiatan refresing, penyuluhan, dan pelatihan kader untuk meningkatkan ketrampilan kader dalam mengukur dan menentukan status gizi balita sehingga pelayanan kader optimal. Penyuluhan yaitu memberikan informasi kesehatan kepada kader agar dapat diteruskan kepada masyarakat. Pelatihan mengukur dan menentukan status gizi bertujuan agar kader mampu menentukan status gizi balita secara tepat dan memberikan laporan yang aktual dan akurat pada pihak puskesmas.
Dosen Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo telah melaksanakan penyuluhan gizi dan pelatihan kader mengukur tinggi/pajang badan, berat badan dan menentukan status gizi balita dengan ploting grafik pertumbuhan. Kegiatan dilaksanakan pada kader posyandu di wilayah Puskesmas Lerep Kecamatan Ungaran Barat dan wilayah Desa Sidoharjo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan kader meningkat setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan. Tingkat pengetahuan kader terkait stunting dan parameter pengukurannya dilihat dari skor pre dan post tes. Sedangkan tingkat ketrampilan kader dilihat dari ketampilan dan ketepatan dalam mengukur panjang/tinggi badan, menghitung umur, dan ploting grafik pertumbuhan pada saat pelatihan. Kader posyandu sebagai peserta pelatihan sangat antusias mengikuti pelatihan dan sangat berharap agar kegiatan diadakan secara rutin.
Mengingat begitu pentingnya peran kader dalam mancegah dan menanggulangi stunting di masyarakat, memang perlu diadakan kegiatan rutin tahunan seperti refresing kader dan pelatihan oleh puskesmas dibawah naungan dinas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kader sesuai kebaharuan informasi ilmiah terkini. (*)