UNGARANNEWS.COM. UNGARAN BARAT- Tradisi resik-resik sumber mata air Wangan Cenginging digelar warga Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang berlangsung sayuk dan guyub, Rabu (10/4/2019).

Ratusan warga yang berada di lereng Gunung Ungaran tampak berbaur saling sapa dan bercengkerama bersama. Tradisi membersihkan mata air yang dinamai Wangan Cenginging atau juga Iriban ini sudah berlangsung turun-temurun sejak pendahulu warga setempat membuka perkampungan di pinggiran hutan pegunungan itu.

Jika ditelisik pemaknaan tradisi ini, nama Wangan bagi warga setempat artinya sumber air yang besar. Sedangkan Cenginging bermakna air yang jernih.

“Wangan Cenginging kita adakan untuk menggelar ritual bersih-bersih sumber air, sekaligus menggelar prosesi bakar ayam dan uraban,” ujar Kepala Desa Lerep, Sumaryadi kepada wartawan yang menemuinya di lokasi perayaan.

Dijelaskan, tradisi bersih-bersih Wangan Cenginging sudah berlangsung sejak lama. Secara otentik tidak ada yang bisa menyebutkan awal mulainya tradisi ini. Namun, diperkirakan ketika waliullah Mbah Hasan Munadi melakukan siar Islam di kawasan setempat, tradisi ini sudah ada.

“Dulu waktu Mbah Hasan Moenadi, tradisi bersih-bersih Wangan ini sudah ada. Jika dulu hanya sebagai irigasi sawah, berbeda dengan sekarang yang juga disalurkan ke rumah-rumah warga, untuk keperluan MCK dan dapur,” jelas Sumaryadi.

Tampak warga begitu bersemangat gotong royong membersihkan saluran air. Mereka dipecah sesuai kelompok tiap RT untuk membersihkan bagian hulu hingga hilir.

Saat sebagian warga melakukan pembersihan areal Wangan, sebagian warga terlihat menyiapkan makanan untuk uraban. Mulai dari menyembelih ayam, mencabuti bulu, hingga membakar dilakukan di tepian Wangan Cenginging.

Bahkan yang lebih menarik, sayur mayur yang dijadikan bahan urab berasal dari tumbuhan yang ada di sekitar Wangan. Berbagai sayuran segar bersatu padu dalam sajian uraban, antara lain daun cikra cikri, daun pepaya, dan singkong hingga daun kopi muda.

“Uraban memiliki filosofi, berbaur menjadi satu. Maknanya kita berharap melalui tradisi ini warga bersatu untuk melestarikan sunber air,” jelasnya lagi.

Keunikan lainnya  dari sajian makanan pada perayaan ini ratusan ayam yang dimasak bersama merupakan ayam kampung hasil budidaya warga sekitar. Namun ayam dimasak tanpa menggunakan bumbu, tapi malah rasanya lebih nikmat.

“Khusus untuk perayaan yang juga bertujuan untuk selamatan ini, kami juga menyembelih seekor bebek putih sebagai syarat kesempurnaan ritual, bebek putih bermakna bersih mengimplikasikan hati kita yang tulus ikhlas menggadakan kegiatan ini,” papar Sumaryadi.

Bertepatan selesai bersih-bersih Wangan Cengingin, tampak kelompok warga yang memasak juga sudah selesai. Daun pisang dengan pelepahnya dijajar memanjang, masakan urap-urapan dan ayam bakar serta sambal pendamping makan ditata di atas daun.

Saat inilah nikmatnya kebersamaan dan keguyuban semakin bertambah. Seketika makanan berjajar itu dikerubuti warga yang telah siap menyantap bersama-sama saat makanan masih dalam keadaan hangat. Dan, nikmatnya… pol tenan! (abi/dtc/ist/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here