Bencana angin kencang menyebabkan ratusan pohon pinus dan merkusi di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu di Grenden patah bagian batang dan tumbang, Senin (21/10/1019). FOTO:FB/UNGARANNEWS

UNGARANNEWS.COM. YOGYAKARTA- Bencana angin kencang terjadi di sejumlah wilayah lereng gunung Merbabu juga terjadi di lereng gunung Merapi. Bencana angin ini bersifat sangat lokal, hanya terjadi di kawasan lereng gunung.

Terjadi angin kencang disertai hujan di kawasan Gunung Merapi dan Merbabu terutama di wilayah yang masuk Kabupaten Magelang sejak Minggu (20/10) malam hingga Senin (21/10/2019). Kejadian itu menyebabkan atap rumah warga berterbangan dan beberapa pohon tumbang.

Kepala Stasiun Klimatiogi Mlati BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas, memberikan penjelasan terkait dua kejadian tersebut. Menurutnya, angin kencang di kawasan gunung Merapi yang masuk wilayah Kabupaten Magelang, Boyolali dan Sleman bersifat sangat lokal.

“Angin kencang di kawasan Merapi yang terjadi di wilayah Kabupaten Magelang, Boyolali dan Sleman bersifat sangat lokal,” jelas Reni dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (22/10/2019).

“Sebab selain mengacu kepada konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun berbeda dengan dataran rendah lainnya. Di mana di lereng Merapi mencapai 80 km/jam, sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta 16 km/jam,” lanjutnya.

Angin di kawasan Gunung Merapi, kata Reni, terasa lebih kencang di malam hari. Pihaknya menduga peningkatan aktivitas Gunung Merapi turut andil memicu angin kencang ini. Seperti diketahui, terjadi letusan awan panas Merapi pada 14 Oktober lalu.

“Suhu yang lebih panas akibat erupsi Merapi dan guguran lava yang terjadi dalam waktu yang cukup lama akan mampu menurunkan tekanan udara permukaan, sehingga udara mengalir ke wilayah dengan suhu lebih panas tersebut,” tuturnya.

Sementara hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai angin kencang kemarin lebih dikarenakan anomali aliran angin lembah yang membawa udara dingin dan lembap, sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan cumulonimbus di lereng.

“Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat bagian dengan dataran yang lebih luas dan lebih rendah telah mendapat pemanasan matahari yang cukup. Di areal pegunungan di mana secara umum puncak gunung suhu udara permukaan biasanya lebih dingin dibandingkan daerah di lereng, maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun,” katanya.

“Tetapi pada saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas, maka sirkulasi lokal itu dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah menjadi lebih kuat dari biasanya. Pada topografi tertentu, oleh pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah itu dapat membentuk pusaran-pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil seperti yang terjadi di Kecamatan Selo,” tutupnya.

Kepala Unit Analisa dan Prakiraan Cuaca BMKG Stasiun Klimatologi Jogja, Sigit Hadi Prakosa, mengatakan angin kencang melanda di Kawasan Merapi baik di wilayah Kabupaten Magelang, Boyolali maupun Sleman pada Minggu (20/10/2019) hingga Senin (21/10/2019).

Angin yang terjadi, kata Sigit, bersifat sangat lokal. Hal ini selain mengacu kepada konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun berbeda dengan dataran rendah lainnya.

Kecepatan angin di lereng Merapi, katanya, mencapai 80 km/jam (skala fujita) sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Jogja hanya 16 km/jam. “Kejadian di lereng Merapi di mana angin berhembus cukup kencang secara lokal. Angin berhembus lebih kencang di malam hari,” katanya saat dihubungi Harianjogja, Senin (21/10/2019). (dtc/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here