Tim pengabdian kepada masyarakat UNS Solo dan mitra seusai melaksanakan FGD bersama warga Desa Alasombo, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. FOTO:UNGARANNEWS

UNGARANNEWS.COM. SOLO- Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan mengajak warga Desa Alasombo, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo untuk membudidayakan kunyit secara agroforestri.

Kegiatan dilaksanakan melalui Program Kemitraan Masyarakat RISTEK-BRIN bekerja sama dengan UNS mulai bulan Mei hingga Desember 2020.

Prof. Purwanto, Dosen Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UNS, selaku ketua tim pengabdian menjelaskan aktivitas pertanian memerlukan air hampir sekitar 70% dari konsumsi air dunia dan diprediksi akan meningkat 19% pada tahun 2050 karena meningkatnya populasi penduduk dunia.

Fisiografi Desa Alasombo bergelombang dan berbukit-bukit dengan mayoritas area berupa lahan kering sehingga sangat bergantung pada air hujan. Kebanyakan masyarakat desa ini memanfaatkan lahan hanya untuk bertanam pohon dan di bawah tegakan pohon belum dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian.

“Masyarakat desa juga rawan terdampak perubahan iklim sehingga perlu inovasi praktik budidaya pertanian yang hemat air sebagai adaptasi terhadap perubahan iklim. Salah satunya adalah penanaman kunyit dengan sistem agroforestri,” ujarnya.

Agroforestri, lanjut Prof. Purwanto, merupakan sistem budidaya dengan memadukan tanaman pertanian bersama pohon pada lahan pertanian yang sama. Sistem agroforestri merupakan sistem pertanian yang bijak dalam memanfaatkan air sehingga tepat dikembangkan pada lahan kering seperti Desa Alasombo.

Menurutnya, pohon berperan penting dalam memasukkan air hujan ke dalam tanah melalui berbagai mekanisme sehingga meningkatkan lengas tanah dan cadangan air tanah. Tanaman pertanian mengkonsumsi sejumlah tertentu air tersedia, memadukannya dengan pepohonan pada lahan yang sama dapat menangkap lebih banyak air hujan sehingga penggunaan air akan lebih efisien.

“Agroforestri dapat memperbaiki produktivitas lahan karena meningkatkan infiltrasi, penyimpanan air tanah, bahan organik tanah dan ketersediaan hara, memperbaiki sifat biofisik-kimia tanah, mengurangi erosi dan pencucian, sehingga berpeluang meningkatkan produksi tanaman dan ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Kunyit atau tumeric juga dikenal sebagai “saffron India” telah banyak dikenal masyarakat dan sering digunakan sebagai bumbu rempah-rempah untuk aneka makanan. Kunyit mengandung senyawa aktif curcumin yang memiliki khasiat obat, seperti efek antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, mengatasi arthritis, mengurangi risiko penyakit kanker, kardiovaskular, dan peradangan usus besar, bahkan berperan dalam penyembuhan luka.

Ekstrak kunyit dapat meningkatkan imunitas tubuh manusia sehingga penting dikonsumsi pada masa pandemi Covid-19. Kunyit merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh baik di bawah tegakan pohon sehingga dapat dibudidayakan secara agroforestri.

Tanah yang baik untuk budidaya kunyit adalah tanah yang gembur, aerasi baik, drainase bagus, tanah lempung berpasir, pH antara 4,5-5,6. Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (< 240 m dpl) sampai dataran tinggi (> 2000 m dpl). Suhu udara yang sesuai untuk kunyit antara 19-30°C. Pertumbuhan kunyit terbaik pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Dengan memperhatikan persyaratan tumbuh tersebut, Desa Alasombo memenuhi kriteria untuk budidaya kunyit.

Kunyit akan menjadi tanaman rempah unggulan di Desa Alasombo. Namun masyarakat belum memahami bagaimana cara menanamnya secara agroforestri, jelas Purwanto.

Karena itu, Purwanto bersama dengan tim yaitu Widyatmani Sih Dewi dan Aktavia Herawati melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan mendampingi masyarakat Dukuh Bende, Desa Alasombo dalam budidaya kunyit secara agroforestri, penanganan pasca panen, dan pembuatan produk olahan kunyit. Kegiatan ini bermitra dengan Karang Taruna Mekar Santoso dan Kelompok Tani Agro Satria Alam Sincan Tua Indonesia (ASSTI).

Lebih jelas lagi, Purwanto menyampaikan bahwa kegiatan yang telah dilakukan adalah Focus Group Discussion (FGD) tentang pemahaman awal kelompok mitra mengenai budidaya kunyit secara agroforestri; FGD dan sosialisasi budidaya kunyit secara agroforestri, pasca panen, dan produk olahan kunyit; penanaman kunyit secara agroforestri; pengadaan mesin perajang dan mesin pembuat tepung kunyit serta praktik perajangan dan penggilingan kunyit.

Adapun FGD telah dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu tanggal 29 Agustus 2020 dan 30 November 2020. Sejauh ini telah diperoleh output kegiatan yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan kelompok tani mitra dalam melakukan budidaya kunyit dengan sistem agroforestri secara benar, peningkatan keterampilan mitra dalam merajang dan membuat tepung kunyit dengan alat mesin, serta peningkatan ekonomi mitra.

Dalam pelaksanaan kegiatan tentu saja terdapat hambatan yang dihadapi yaitu keterbatasan ketersediaan air karena belum turun hujan sehingga penanaman kunyit mengalami kemunduran dari rencana awal serta pengolahan pasca panen yaitu ukuran saringan penggilingan kunyit masih kurang halus, namun hal ini tidak menyurutkan semangat mitra untuk berkreasi. Baca Juga: Fakultas Pertanian UNS Bantu Alat Pengering Sistem Hybrid Petani Gunung Kidul

Tantangan ke depan adalah inovasi mesin pengering kunyit, pengembangan diversifikasi olahan tepung kunyit dan pembuatan brand produk. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan masyarakat Desa Alasombo secara mandiri dan konsisten mampu melakukan budidaya kunyit secara agroforestri sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim. (ril/abi/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here