UNGARANNEWS.COM. AMBARAWA- Pungutan liar (Pungli) berkedok sumbangan untuk pembangunan sarana sekolah saat pendaftaran diduga marak diberlakukan di SMA dan SMP. Berdasarkan temuan Komisi Pencegahan Korupsi dan Pungli (PKP) Jawa Tengah-DIY praktik tersebut terjadi di sejumlah sekolahan di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga.
Ketua Komisi PKP Jateng-DIY, Suyana HP mengatakan penarikan sumbangan yang dikenakan pihak sekolah terhadap walisiswa tergolong tindakan pungli. Dinilai bertentangan dengan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU. RI Nomor 20 Tahun 2001.
“Sekolah negeri merupakan sekolah milik umum yang telah dibiayai oleh pemerintah. Sebagai wujud pelayanan untuk masyarakat mendapatkan pendidikan, tanpa mengharapkan keuntungan. Namun yang terjadi pihak sekolah menarik biaya tinggi dengan dalih sumbangan pembangunan sekolah,” ujarnya saat ditemui di kantornya di Ambarawa.
Salah satu temuan Komisi PKP seperti yang terjadi di SMAN I Bringin, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Disebutkan Suyana, sekolah yang terletak di Jalan Wibisono, Bringin ini pada penerimaan siswa tahun ajaran baru 2018, mengenakan biaya uang pembangunan kepada wali siswa sebesar Rp 2.000.000,-. Itu belum termasuk biaya pendaftaran sebesar Rp 150 ribu, beli seragam Rp 925 ribu, dan biaya SPP.
“Uraian uang pembangunan tersebut untuk belanja mobil sebesar Rp 140 juta dan beli perangkat komputer sebesar Rp 360 juta. Bisa dibayangkan kalau setiap tahun pihak sekolah mengenakan biaya sebesar itu kepada siswa, tentu sudah sangat megah. Tapi kenyataannya sekolah-sekolah itu bangunannya biasa-biasa saja,” ungkapnya.
Pembebanan biaya tersebut, lanjutnya, tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Dasar yang digunakan hanya Pergub Nomor 12 Tahun 2017 yang mengatur peran serta masyarakat dalam pendanaan pendidikan sekolah di SMAN, SMKN dan SLB Negeri. Hal itu rawan dijadikan ajang pihak sekolah melakukan pungli. Sedangkan berdasarkan UU apapun bentuk pungutan di instansi yang telah biayai pemerintah adalah pungli.
“Pihak sekolah menggunakan Pergub Nomor 12 Tahun 2017 sebagai tameng padahal itu rawan dijadikan alat untuk pungli. Kepala Sekolah yang memberlakukan pungutan kategori kejahatan jabatan, karena untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Jika terbukti bisa kena hukuman sampai 4 tahun,” tegasnya.
Temuan di SMAN 1 Bringin tersebut, menurut Suyana, diduga juga diberlakukan di sejumlah SMAN lainnya, bahkan sejumlah SMPN yang telah dibiayai Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga Kabupaten/Kota juga disenyalir melakukan pungutan yang sama. Pihaknya akan melaporkan temuannya tersebut ke Aparat Penegakan Hukum (APH) terkait.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 1 Bringin , Tantri Ambarwati mengatakan penentuan biaya pembangunan sebelumnya diputuskan oleh Komite Sekolah bersama orangtua siswa. Pihaknya hanya menyampaikan kebutuhan yang perlu disiapkan sekolah untuk kelancaran belajar mengajar.
“Semua yang menentukan dari rapat Komite Sekolah bersama orangtua siswa. Saya selaku kepala sekolah hanya menyampaikan kebutuhan yang saat ini belum dipunyai sekolah. Seperti komputer kita nilai perlu karena tahun kemarin saat ujian kita menyewa dari luar, dan biayanya mahal,” ujarnya saat dikonformasi.
Dijelaskan, besaran biaya pembangunan sebelumnya juga sudah ditentukan sesuai RKAS (Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah), baru kemudian diputuskan dalam rapat Komite Sekolah bersama perwakilan orangtua siswa.
“Pembayaran uang sumbangan sekolah sudah sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah. Sekolah diperbolehkan menarik biaya sumbangan. Kalau ada siswa yang tidak mampu ya kita tidak paksakan. Sama seperti sekolah lain yang melakukan uang sumbangan,” jelasnya. (abi/tm)