UNGARANNEWS.COM. JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akan membentuk tiga panel dalam persidangan gugatan peserta Pemilu. Pembagian penel itu untuk memangkas waktu mengingat ratusan sengketa pileg yang akan diputuskan.
MK telah menerima sebanyak 324 gugatan pileg yang akan verifikasi berkas hingga pukul 15.00 WIB. Jika dibandingkan tahun 2014, jumlah Nomor Urut Pendaftaran Perkara (NUPP) tahun ini relatif lebih sedikit karena pendaftaran perkara berdasarkan basis provinsi bukan daerah pemilihan (dapil).
“Itu sistem pendaftaran saja. Kalau sekarang kan basisnya provinsi. Kalau dapil malah lebih,” ujar Wakil Ketua MK, Aswanto di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (24/5/2019).
Aswanto mencontohkan bila caleg dari partai politik dan provinsi yang sama maka akan dihitung satu nomor pendaftaran. Menurutnya, teknis pendaftaran ini agar lebih efektif dalam melakukan pemeriksaan perkara.
“Ini untuk lebih efektif kita melakukan pemeriksaan. Di samping itu juga… kalau di undang-undang kan sebenarnya yang punya hak untuk mengajukan sengketa kan itu kan peserta pemilu. Peserta pemilu kan parpol. Nah kalau parpolnya sama kan dan provinsinya sama ya sudah kita anggap 1 saja,” kata dia.
Selain alasan efektivitas, sistem 3 panel diharapakan dapat menghemat waktu dan jumlah saksi. Jika menggunakan teknik pendaftaran berdasarkan dapil, maka saksi persidangan dibutuhkan satu saksi untuk satu dapil. Namun jika teknis pendaftaran provinsi, satu partai politik hanya butuh 5 saksi.
“Banyak pertimbangan tentu soal waktu, karena kita dibatasi waktu 30 hari. Kemudian soal efektivitas dan yang terutama soal waktu tadi. Sehingga kalau dapil itukan dipersoalkan 20 dapil itukan minimal 20 saksi. Itu waktu yang dibutuhkan juga cukup lama. Nah kalau ini kan sistem provinsi ini kita sudah sepakati 5 saksi saja, 5 saksi 1 parpol,” lanjutnya.
Selain itu, penggunaan tiga panel dapat menghindari konflik kepentingan. Di mana hakim yang berasal dari daerah yang sama dengan pemohon, tidak diperbolehkan menangani perkara tersebut dalam persidangan. Namun hakim tersebut masih terlibat dalam mengambil keputusan di Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
“Yang kedua menjaga agar tidak ada konflik kepentingan. Jadi misalnya saya dari Timur saya tidak boleh menangani kasus yang dari pada tingkat panel kasus yang berasal dari Timur. Tetapi tidak berarti bahwa tidak terlibat dalam pengambilan keputusan. Karena nanti pengambilan keputusan itu di RPH. Di RPH dihadiri minimal 7 (hakim),” lanjutnya.
Sementara itu KPU menyatakan hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019 bisa berubah. Namun perubahan ini harus berdasarkan putusan yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jadi apa-apa yang diputuskan MK itu, sangat mungkin mengubah hasil pemilu berupa perolehan suara yang sudah ditetapkan KPU,” ujar komisioner KPU Hasyim Asy’ari di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019).
Hasyim pun menjelaskan proses persidangan sengketa Pemilu 2019. Ia menegaskan, dalam persidangan, harus disertakan bukti-bukti yang mendukung.
“Tapi, sekali lagi, untuk bisa sampai ke sana, kan harus ada pembuktian dulu,” ujarnya.
Mengenai perselisihan hasil pemilu ini diatur dalam Pasal 473 dan 474 UU Pemilu No 7/2017. Berikut isi kedua pasal tersebut:
Pasal 473
(1) Perselisihan hasil Pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.
(3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 474
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi.
(2) Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh KPU.
(3) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
(4) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi. (dtc/tm)