Eksotisme Waduk Malahayu di Kabupaten Brebes menjadi daya tarik wisatawan dan sumber daya perikanan. FOTO:INSTAGRAM

UNGARANNEWS.COM. BREBES- Waduk Malahayu merupakan obyek wisata yang terletak di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten  Brebes. Waduk Malahayu sejatinya tidaklah jauh berbeda dengan waduk-waduk lainnya yang fungsi utamanya adalah sebagai sarana irigasi.

Namun, sebagaimana waduk pada umumnya, Waduk Malahayu juga memiliki potensi perikanan sangat besar.

Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan menyebutkan Waduk Malahayu memiliki potensi sumber daya yang bisa menjadi penopang perekonomian masyarakat sekitar.

Peneliti Pengelolaan Perikanan Perairan Umum, Prof. Dr. Krismono mengatakan, sejak tahun 2008 pihaknya melalukan penelitian di sejumlah waduk. Namun yang paling unggul adalah di Malahayu. Malahayu menyimpan banyak potensi, baik potensi kelembagaan kelompok nelayan Malahayu maupun yang lainnya.

“Sekarang memang harus disesuaikan dengan kemajuan teknologi untuk pemasaran. Jangan sampai kita berwisata kuliner di Malahayu, tapi yang jual makanan stok ikannya dari Kabupaten Kuningan. Ini memang telah terjadi. Jadi kita tingkatkan optimalisasi pemasaran. Kalau produksinya cukup bagus,” katanya saat Fokus Group Discussion (FGD) di Kantor Dinas Perikanan Brebes, Selasa (19/11).

Dari hasil penelitian ini, pihaknya telah memberi masukan kepada Pemkab Brebes untuk meningkatkan pengembangan. Khususnya dalam pengelolaan waktu penebaran dengan ukuran benih yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk potensi produksi mencapai 934.378 kilogram per tahun atau setara dengan 500 ribu ekor benih tebaran.

“Ukuran benih umumnya 2-5 centimeter, padahal yang diperlukan di lapangan 7-10 cm. Jadi walaupun ditebar dengan jumlah berlebih tetap tingkat keberhasilan rendah. Tapi jika ukuran benih disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu 7-10 cm, maka tingkat keberhasilan tinggi,” tambahnya.

Peneliti Bidang Pengelolaan Sumber Daya Perikanan atau Ekonomi Sumberdaya, Dr.  Amula Nurfiarini mengatakan, Malahayu sudah memiliki embrio kearifan lokal pengelolaan perikanan berbasis penebaran.

Sejak 1999 secara mandiri masyarakat sudah menebar benih, namun belum menggunakan pedoman umum penebaran.

“Maka tahun 2008 Balai Riset Sumber Daya Ikan melakukan inisiasi terhadap program culture based fisheries (CBF) atau pengelolaan ikan berbaris penebaran, yang sudah menggunakan mekanisme petunjuk teknis penebaran yang baik dan benar,” katanya. (rateg/tm)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here