Sosialisasi bahaya HIV/AIDS terhadap ibu-ibu rumah tangga. FOTO:ILUSTRASI/JPNN

UNGARANNEWS.COM. SOLO- Programmer Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo, Tommy Prawoto mengatakan jumlah penderita ODHA di Kota Solo tercatat sejumlah 744 orang. Jumlah tersebut merupakan penderita ODHA yang sudah terdeteksi mulai tahun 2015 – Juni 2019.

“Kalau di tahun 2019 kita baru mencatat sampai bulan Juni ada 67 orang, ini bisa bertambah karena kita terus melakukan sosialisasi dan jemput bola di kawasan-kawasan yang diduga sebagai penyebaran HIV/AIDS,” ujarnya di Solo, kemarin.

Tommy mengatakan jumlah tersebut baru sepertiga total penderita ODHA di Kota Solo, menurut data dari Kementerian Kesehatan tahun 2017, terdapat 3667 orang ODHA yang masih belum berani tertangani.

Dari jumlah 744 orang yang sudah terdeteksi tersebut, sebanyak 140 orang meninggal dunia. Kecamatan Banjarsari, manjadi kecamatan yang terbanyak penderita ODHA, disusul dengan kecamatan Jebres, Laweyan, Serengan, dan Pasar Kliwon.

Sementara itu, Sekretaris KPA Solo, Harsoyo Supodo mengatakan penderita ODHA banyak diderita oleh usia produktif, yakni 20 tahun sampai 50 tahun. Mereka tertular penyakit mematikan tersebut karena kontak langsung dengan penderita ODHA.

“Usia produktif, ada yang ibu rumah tangga, anak muda, bapak-bapak, tapi kembanyakan dari mereka yang terjangkit adalah laki-laki,” jelasnya.

KPA Solo sendiri telah memiliki program pengentasan ODHA, dengan melakukan pendampingan dan pengobatan gratis kepada para penderita.

“Kami juga punya WPA (Warga Peduli Aids) di setiap kelurahan dalam membantu pencegahan penyakit menular itu. Pemkot Solo juga punya lokasi penampungan anak ODHA yang dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” ungkapnya.

Staf Administrasi dan Keuangan KPA Kota Solo, Hariyanti mengatakan, peningkatan jumlah tersebut salah satunya dikarenakan masyarakat yang memiliki risiko terkena HIV/AIDS mulai berani melakukan pemeriksaan. Sehingga hal itu menjadi pertanda baik bagi penaggulangan penyakit yang menular lewat hubungan seksual itu.

“Kenapa pertanda bagus, karena untuk  mengikuti tes HIV butuh keberanian. Sebab mereka akan mengetahui status apakah terinveksi HIV atau tidak. Dan dengan makin banyaknya yang memeriksakan diri, maka bisa dibilang kesadaran mereka untuk tahu apakah mereka terinfeksi atau tidak juga ikut meningkat,” jelasnya.

Ia menambahkan, pengobatan HIV/AIDS memakai rumus 90-90-90. Artinya 90 persen Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tahu statusnya, 90 persen dari mereka menjalani ART (antiretroviral therapy), 90 persen dari mereka mencapai VL (viral load) atau menekan jumlah virus.

“Sehingga jika tidak tahu statusnya maka jelas tidak bisa ditangani. Kalau tidak ditangani maka sulit untuk menekannya,” imbuhnya.

Begitu juga jika ODHA malas untuk melakukan pengobatan atau ART, maka risiko yang diperoleh akan lebih parah. Termasuk risiko penularan virusnya yang bisa berkembang lebih cepat. Karena itu, untuk mengatasinya KPA menggandeng masyarakat yang diwadahi warga peduli AIDS (WPA) untuk mendampingi  secara intens ODHA di wilayahnya agar menjalankan misi pengobatan secara tuntas.

“Selain pencegahan, para WPA juga ikut memonitor dan mendampingi, hingga melakukan pemberdayaan ODHA. Jangan sampai ODHA merasa tidak mendapat tempat di masyarakat. Padahal mereka secara rela hati untuk mengikuti tes dan pengobatan sebagaimana yang dianjurkan oleh pemerintah,” paparnya. (dbs/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here