Yuni Shara. FOTO:ISNSTAGRAM/ISTIMEWA/UNGARANNEWS

UNGARANNEWS.COM. JAKARTA-  Yuni Shara mengaku tidak pernah orgasme setiap bercinta dengan pria. Hal itu diungkapkannya saat menjadi bintang tamu di channel YouTube Deddy Corbuzier.

“Aku enggak tahu rasanya orgasme. Dulu ya, itu susahnya setengah mati. Tapi aku melayani (suami kala itu) iya,” kata Yuni Shara.

Ibu dua anak ini mengaku baru 3-4 tahun terakhir bisa merasakan klimaks, namun bukan lewat hubungan seks bersama lawan jenis. Orgasme didapatkannya setelah menggunakan alat bantu sex toys.

“Sudah umur tua nih, 3-4 tahun lalu aku pergi ke sex shop dan aku tanya-tanya. Ini yang bagus apa dia jelasin semuanya. Sejak itu aku punya teman,” ucapnya.

Sex toys atau alat bantu seks memang bisa membantu wanita mendapatkan orgasme. Namun perbuatannya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, dampak psikis, terlebih dosa bagi orang yang melakukan.

Perbuatan dilakukan Yuni Shara dalam islam disebut istimna‘, yakni  pada laki-laki dikenal dengan istilah “onani”, sedangkan pada perempuan dikenal dengan istilah “masturbasi”.

Dihimpun dari kajian NUOnline.or.id, dalam kajian fiqih isitlah istimna‘ alias mengeluarkan sperma tanpa melalui senggama, baik dengan tangan, maupun dengan yang lain, baik dengan tangan sendiri maupun tangan yang lain, baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, dengan tujuan memenuhi dorongan seksual.

Mayoritas ulama fiqih membolehkan istimna, namun bila dilakukan bersama pasangan yang sah. Pasangan sah adalah tempatnya bersenang-senang dan menyalurkan kebutuhan seksual yang dibenarkan syariat.

Namun, istimna‘ yang dilakukan sendiri, baik laki-laki maupun perempuan, hukumnya masih diperdebatkan oleh para ulama. Ada yang mengharamkan secara mutlak. Ada pula yang mengharamkan dalam kondisi tertentu, dan membolehkan dalam kondisi yang lain. Ada pula yang memakruhkan, namun hukum harus berdasarkan tuntunan Alquran dan Hadis.

Adapun para ulama yang mengharamkan adalah ulama Maliki dan Syafi‘i. Ulama Syafi‘i beralasan bahwa Allah memerintah menjaga kemaluan kecuali di hadapan istri atau budak perempuan yang didapat dari hasil peperangan (QS al-Mukminun [23]:  5-6).

Mereka yang keluar dari ketentuan ayat di atas dianggap melampaui batas, melanggar ketentuan Allah, dan keluar dari fitrah, sebagaimana dalam lanjutan ayat di atas: “Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas,” (QS al-Mukminun [23]: 7).

Allah juga memerintah agar yang belum mampu menikah untuk bersabar menahan dorongan syahwat dan keinginan seksualnya hingga Dia memberikan kemampuan dan kemudahan untuk menikah dengan karunia-Nya, Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya, (QS al-Nur [24]: 33).

Dengan demikian, menurut ulama Syafi‘i, istimna (onani atau masturbasi) merupakan kebiasaan buruk yang diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Hanya saja dosa onani atau masturbasi lebih ringan dosanya dari berzina.

Sementara ulama Maliki berargumentasi tentang haramnya istimna‘ berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’at (menikah), maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, berpuasa adalah penekan nafsu syahwat baginya,” (HR Muslim).

Alasan pendapat ulama Syafi‘i dan ulama Maliki di atas diperkuat dengan kedua hadis ini, “Ada tujuh golongan yang tidak akan dilihat (diperhatikan) Allah pada hari Kiamat, tidak akan dibersihkan, juga tidak akan dikumpulkan dengan makhluk-makhluk lain, bahkan mereka akan dimasukkan pertama kali ke neraka, kecuali jika mereka bertobat, kecuali mereka bertobat, kecuali mereka bertobat. Siapa saja yang bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Satu dari tujuh golongan itu adalah orang yang menikah dengan tangannya (onani).”

Hadis lain menyebutkan,”Orang yang menikah dengan tangannya akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tangan terikat,” (HR al-Baihaqi). (net/dbs/abi/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here