UNGARANNEWS.COM. SEMARANG- Badan Litbang Perhubungan memprediksi pemudik tahun 2019 sekitar 18,2 juta orang. Jumlah itu berasal dari Banten, Jabodetabek dan Bandung Raya. Pasalnya ketiga wilayah ini menjadi konsentrasi pemudik terbesar di Indonesia yang paling banyak perantaunya. Dari ketiga wilayah itu terdapat sekitar 4,5 juta rumah tangga.
Menurut pengamat transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno tujuan pemudik yang berasal dari Jabodetabek terbanyak ke Jawa Tengah 5,6 juta (37,68%), Jawa Barat 3,7 juta (24,89%) dan Jawa Timur 1,7 juta (11,14%).
Moda pilihan terbesar menggunakan mobil pribadi 4,3 orang (28,9%), bus ekonomi 2,4 juta (16,1%) dan bus eksekutif 2,1 juta (23,9%).
Pemudik yang memilih memakai bus tertinggi, yakti 4,5 juta orang (30%), mobil pribadi 4,3 juta orang (28,9%), KA 2,5 juta orang (16,7%), pesawat udara 1,4 juta orang (9,5%), sepeda motor 942 ribu orang (6,3%).
“Total biaya transportasi pemudik dari Jabodetabek ke tujuan mudik sebesar Rp 6 triliun. Dengan tujuan Jawa Tengah Rp 2 triliun, Jawa Barat Rp 945 miliar dan Jawa Timur Rp 791 miliar,” ujarnya.
Sedangkan, lanjut Djoko, total dana pemudik berasal dari Jabodetabek yang akan mengalir ke lokasi pemudik sebesar Rp 10,3 triliun. Jawa Tengah sebesar Rp 3,8 triliun, Jawa Barat Rp 2,05 triliun dan Jawa Timur Rp 1,3 triliun.
Rest Area Alternatif
Menurutnya, potensi transaksi pemudik selama Lebaran 2019 sebesar Rp 10,3 triliun untuk dibelanjakan di lokasi mudik dan Rp 6 triliun untuk urusan transportasi.
Potensi belanja ini mesti dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang dilalui Tol Trans-Jawa, salah satunya dengan menyiapkan fasilitas area istirahat di kota/kabupaten tersebut.
Daerah yang dilalui jalan tol dapat menjadi area istirahat. Pemudik perlu merencanakan pilihan daerah yang hendak dijadikan tempat istirahat saat mudik nanti.
Badan usaha jalan tol mesti aktif mengedukasi masyarakat dan pemudik untuk beristirahat di luar jalan tol atau di daerah yang dilalui jalan tol.
“Operator jalan tol juga harus menyiapkan sistem yang membuat pemudik tak perlu membayar saat keluar-masuk di salah satu pintu Tol Trans-Jawa untuk istirahat di daerah tersebut,” tambahnya.
Hal ini penting untuk mendorong pemudik memanfaatkan daerah yang dilalui jalan tol sebagai tempat istirahat dan menghindari macet di dekat rest area. Potensi kemacetan betupa antrian kendaraan mau masuk rest area bisa terjadi di jalan tol dekat rest area.
Menurutnya, gerbang tol Salatiga dapat menjadi contoh karena area untuk istirahat pemudik dekat dengan pintu tol. Dia menyarankan, area untuk istirahat bagi pengguna jalan tol sebaiknya berjarak 200-300 meter dari pintu tol.
Sejumlah rest area tidak akan mencukupi kebutuhan pemudik yang akan singgah. Peluang bagi daerah untuk mengembangkan ekonomi lokal
BUJT diminta memberikan petunjuk rambu rest area alternatif di luar jalan tol.
Ada upaya Ditjenhubdat untuk membatasi rentang waktu berada di rest area. Harus dilengkapi instrumen untuk membatasi waktu tersebut. Misanya disediakan gate elektronik yang bisa mencatat keluar masuk kendaraan. Jika melebihi batas waktu dikenakan tarif yang cukup tinggi. (abi/tm)