
UNGARANNEWS.COM. PURBALINGGA- Pesta demokrasi Pemilu 2019 telah selesai rekapitulasi penghitungan suara tingkat Propinsi, namun bagi peserta Pemilu bukan berarti gawe akbar 5 tahunan ini berakhir pula. Ada cerita lain terutama para caleg yang gagal memperoleh suara hingga akhirnya mengalami depresi.
Seperti mereka yang dirawat di Pondok Rehabilitasi Jiwa dan Narkoba Mustajab di Desa Bungkanel, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga ini dari 255 pasien yang mengalami gangguan jiwa, dan 18 di antaranya merupakan mantan caleg gagal yang depresi .
“Bahasa umumnya disebut caleg stres. Tapi menurut saya bukan stres, tapi itu hanya karena kaget tidak jadi. Rata-rata usia mereka masih muda, kebanyakan belum siap mental dengan kekalahan yang dialami. Tapi yang disini semuanya dari luar Jawa, semula ada 18 orang, tapi kini tinggal 8 orang yang membutuhkan terapi perawatan,” ujar Pengasuh Pondok Rehabilitasi Jiwa dan Narkoba KH. Supono Mustajab kepada wartawan, Selasa (14/5/2019).
Disebutkan, di tempat yang juga menjadi tempat tinggal Sumanto ini, para caleg stres diantaranya berasal dari Gorontalo, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Kedatangan mereka kebanyakan karena mengalami tekanan mental, depresi akibat mengalami kerugian besar uang yang dikeluarkan begitu besar namun perolehan suara yang didapat tidak sebanding.
“Besar uang yang dikeluarkan para caleg yang paling tinggi sekitar Rp 1 miliar, mereka kecewa dan tersakiti karena uang yang dikeluarkan dihabiskan oleh tim sukses yang tidak bertanggungjawab. Keluar uangnya banyak tapi dapatnya sedikit (suara),” jelasnya.
Pondok rehabilitasi milik KH Supono ini juga terdapat Rumah Sakit Khusus Jiwa dan Narkoba lengkap dengan dokter jaga dari spesialis umum dan jiwa. Setiap saat ada saja pasien yang mengalami gangguan jiwa datang untuk berobat atau mondok di tempat tersebut.
“Penanganan di sini ada tiga, yaitu secara ilmiah menggunakan medis atau dokter, lalu secara alamiah tinggalnya di desa mereka menjadi tenang dan tentram. Kemudian yang ketiga secara ilahiah artinya diruqiah, ikut jamaah, baca Alquran, mengikuti tausiah, salat bersama jadi agamis, dan guru agama saya undang untuk memberikan tausiah dan untuk mengajarkan mereka mengaji,” ujarnya.
Lama pasien caleg gagal yang menjalani perawatan, menurutnya, paling lama selama satu minggu. Selebihnya ada satu dua yang tinggal lebih lama karena ingin menambah ilmu agama.
Di sini banyak pasien datang dari jauh karena mereka mendapatkan informasi dari media massa yang memberitakan keberadaan panti. Di sini pasien yang menjalani perawatan tidak dikenakan biaya sama sekali alias gratis.
Menurut KH Supono kedatangan caleg stres setiap selesai Pemilu dalam kurung waktu dua priode ini mengalami penurunan. Di tahun 2014 lalu sebanyak 30 caleg yang mengalami gangguan jiwa, tahun 2019 ini jumlahnya menurun hanya 18 orang. (abi/tm)