Miris, ratusan orangtua siswa SD yang hendak mendaftarkan anaknya di SMPN 1 Tawangmangu, rela bertahan dan menginap di depan SMP itu demi dapat antrian terdepan, Rabu (12/6/2019) malam. FOTO:JOGLOSEMAR

UNGARANNEWS.COM. SOLO- Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Tengah lagi-lagi mendapatkan kritik dan protes dari masyarakat. Perubahan ke sistem zonasi menjadi pemicunya.

Adanya sistem zonasi membuat penerimaan siswa baru tak lagi menggunakan dasar nilai UN sebelumnya. Namun lokasi tempat tinggal yang menjadi penentu utama.

Seperti pada PPDB SMA yang dikelola Pemprov Jawa Tengah, warga memrotes karena PPDB kini minim mengakomodasi siswa berprestasi. Sebab jalur siswa berprestasi hanya diberi jatah kuota 5 persen dari daya tampung SMA.

Gubernur Ganjar Pranowo mengaku paham pada salah satu tujuan sistem zonasi yaitu agar tidak ada lagi sekolah favorit dan kualitas pendidikan merata. Namun menurutnya tidak bisa dipungkiri masih banyak protes dari warga sehingga tetap harus ada jalan keluar.

“Ini sebagai penghargaan bagi mereka yang berprestasi. Kalau kuota jalur prestasi hanya 5 persen, menurut saya itu terlalu sedikit. Kalau bisa dinaikkan lah, saya usul boleh tidak kuota jalur prestasi diubah dari 5 persen menjadi 20 persen. Kalau bisa 20 persen,” ujar Ganjar di ruang kerjanya.

Ganjar pun telah berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait masalah ini. Dia meminta agar digelar rapat koordinasi secara nasional agar aturan PPDB bisa seragam.

menurutnya, sarannya sudah dilakukan oleh Mendikbud. Mereka menggelar rakor terkait PPDB online kemarin pukul 14.00 WIB.

“Alhamdulillah direspon cepat oleh Pak Menteri, hari ini (Kamis kemarin) jam 14.00 WIB Kementerian menggelar Rakor soal ini,” ujar Ganjar, kemarin.

Masalah lain yang bisa muncul dari sistem zonasi, menurut Ganjar yaitu adu cepat mendaftar. Contohnya di Kota Semarang ada SMAN 3 dan SMAN 5 yang satu zonasi, kata Ganjar akan terisi hanya hitungan menit. Kemudian di sisi lain ada juga daerah yang dalam wiayahnya tidak ada SMA.

“Sekarang kan rumusnya cepet-cepetan, kalau itu masih digunakan, ya akan terjadi gejolak di masyarakat. Mengatasi persoalan ini harus ada perubahan peraturan. Contoh saja di SMA 3 Semarang, itu kalau sistemnya cepet-cepetan, dalam hitungan menit saja itu sudah penuh kuotanya. Yang tidak masuk kan pasti nggondok,” ungkap Ganjar.

Hal serupa terjadi pada PPDB SMP di Kabupaten Karanganyar. Warga panik dengan sistem adu cepat mendaftar hingga mereka rela menginap di sekolahan agar bisa mendapatkan urutan pertama.

Kejadian tersebut terjadi di beberapa sekolah, seperti SMPN1 Tawangmangu dan SMPN 2 Mojogedang. Untuk mengantisipasi kegaduhan, pendaftaran yang semula diagendakan 13-16 Juni 2019 akhirnya diundur menjadi 1-4 Juli 2019.

Adanya antrean ini tidak lain dikarenakan perubahan aturan PPDB yang semula online menjadi offline. Akibatnya masyarakat harus mendaftar langsung ke sekolah.

“Awalnya kan PPDB kita anggarkan lewat dana BOS pusat, tapi pada Januari kemarin ternyata dana dilarang dipakai untuk PPDB online. Kalau bisa online kan masyarakat bisa langsung mendaftar dari rumah,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Karanganyar, Agus Haryanto, Kamis (13/6/2019). (dtc/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here