Bakal Cabup Semarang Hj Bintang Narsasi Mundjirin dan Ketua PKP Jateng-DIY Suyana HP. FOTO:IST/KOLASE UNGARANNEWS

UNGARANNEWS.COM. TUNTANG- Munculnya politik dinasti yang akan terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Semarang 2020 ramai menjadi perbincangan masyarakat.

Menyusul hasrat Hj Bintang Narsasi merupakan istri Bupati H Mundjirin akan maju mencalonkan diri sebagai Calon Bupati (Cabup) Semarang. Bintang akan berpasangan dengan Sekda Kabupaten Semarang Gunawan Wibisono sebagai Calon Wakil Bupati (Cawabup) Semarang.

Ketua Lembaga Pencegahan Korupsi dan Pungli (PKP) Jawa Tengah-DIY, Suyana HP menyoroti kemunculan politik dinasti sebagai sumber kemunduran masyarakat Kabupaten Semarang. Menurutnya, politik dinasti akan menjadi celah masuknya tindak korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).

“Kalau saya memilih agar masyarakat tidak memberi ruang kembalinya politik dinasti. Ingat zaman kekuasaan pak Harto. Bahkan di era sekarang ini sudah terbukti di berbagai daerah, politik dinasti hanya menyuburkan korupsi,” ujarnya kepada UNGARANNEWS.COM di kantornya, Rabu (4/3/2020).

Menurut Suyana, politik dinasti tidak akan menguntungkan mayarakat meski dari sisi regulasi politik sudah memadai, namun dari sistem demokrasi belum ajeg, terkesan memonopoli kekuasaan dari masa ke masa.

Tidak adanya etika politik yang kuat digunakan pelaku dinasti politik, lanjut Suyana, dinasti ini nantinya memiliki kecenderungan untuk korup. Mereka mengelola kemampuan kekuasaan untuk menumpuk materi guna melanggengkan kekuasaannya bagi penerusnya.

“Lihat saja mana ada pelaku politik dinasti yang berangkat dari orang biasa, mereka selau berangkat bermodalkan harta dan kekuasaan. Semua dipertaruhkan. Logikanya mana ada orang mau jadi Kada (Kepala Daerah, red) sekedar mengabdi, modal dikeluarkan harus kembali dan ditumpuk lebih banyak untuk kembali berkuasa,” tegasnya.

Ditambahkan Suyana, secara sistematis politik dinasti di Indonesia telah mencerabut hak warga untuk menikmati berbagai fasilitas publik. Ini terjadi karena dikhawatirkan anggaran pemerintah daerah nantinya fokus dinikmati kroni dan keluarga pemilik dinasti politik.

Hal itu diperparah dengan kultur politik tak etis, seperti yang pernah terjadi kepala daerah yang sudah dua kali menjabat, kemudian mencalonkan lagi dengan menunjuk keluarganya sendiri.

“Suksesi politik ini semata mempertahankan kekuasaan melalui keluarga yang menjadi kepanjangantangannya. Dalih apapun dia ingin terus berkuasa, tapi hukum alam sudah membuktikan, politik dinasti tidak menguntungkan bahkan merugikan rakyat,” tegasnya lagi.

Dari sisi keadilan kemasyarakatan Suyana melihat politik dinasti akan menghambat regenerasi politik, bahkan sirkulasi kekuasaan tidak berkembang dari masa ke masa, banyak terbukti ajeg dan stagnan.

“Bahkan sebaliknya sistem kekuasaan yang dibangun dapat mengekang kemajuan daerah yang seharusnya berkembang pesat, lebih kekinian mampu bersaing dengan daerah,” tandasnya.

Suyana mencontohkan semua daerah yang mengidap politik dinasti, tidak bebas korupsi, seperti terjadi di Banten, kakak adik kena kasus korupsi.  Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, tersandung kasus korupsi mengikuti jejak sang ayah, mantan Bupati Kutai Kertanegara – Syaukani Hassan Rais.

“Tidak usah jauh-jauh, di Klaten, Jawa Tengah, Bupati Sri Hartini  yang memimpin Klaten berkat dinasti politik yang dibangun suaminya, mantan bupati Haryanto Wibowo. Tahu-tahu terkena operasi tangkap tangan KPK karena diduga melakukan jual beli jabatan,” ungkapnya.

Secara sepesifik Suyana mengingatkan masyarakat dalam menentukan dukungan menjelang pelaksanaan Pilkada dapat berfikir jernih dan obyektif sesuai realitas. Ia tidak bermaksud mempengaruhi, ia ingin sampaikan sebagai wacana yang terlihat saat ini.

Suyana juga mengingatkan anggapan sebagian masyarakat Kabupaten Semarang dengan keberhasilan Bupati Semarang Mundjirin mampu meraih predikat dari BPK pelaporan anggaran daerah dengan nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hingga berulang kali.

“Keberhasilan itu tidak bisa dijadikan patokan keberhasilan pembangunan suatu daerah. Berulang kali dapat WTP tapi lihat hasil pembangunan secara keseluruhan. Banyak potensi daerah tak optimal, indek penurunan kemiskinan juga masih kecil,” pungkasnya.  (abi/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here