Oleh: Dr. Agus Triyono, MSi **)
BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat bahwa kalangan muda atau penduduk usia muda kini berjumlah 90 juta jiwa. Kalangan ini juga disebut sebagai usia produktif dan menjadi bagian dari generasi millennials dengan rentang usia 20-34 tahun.
Istilah millennials sebenarnya diciptakan tokoh sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam buku-buku yang diterbitkannya. Namun demikian, generasi ini banyak menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan memanfaatkan platform yang berbasis pada internet. Artinya bahwa generasi Y ini adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming (Lyons, 2004).
Dalam pandangannya, dicirikan sebagai seseorang yang memiliki karakteristik tertentu. Masing-masing individu berbeda, tergantung dimana seseorang tersebut berkembang atau dibesarkan. Bagaimana strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola komunikasinya dan sistemnya yang terbuka dibanding dengan generasi- generasi sebelumnya.
Pada level ini pula, pengguna media sosial begitu fanatik, sementara kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi. Namun demikian, juga bersifat lebih terbuka dalam pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya.
Millennials generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini.
Beberapa tokoh dunia menggolongkan milenial atau generasi Y merupakan generasi yang lahir pada 1980 – 1990, atau pada awal 2000. Generasi inilah yang menjadi salah satu tonggak dalam menggerakkan sendi-sendi penegakan korupsi di Indonesia. Perubahan gaya hidup pada generasi ini memungkinkan untuk berkontribusi dalam memerangi berkembangnya korupsi menjadi lebih luas. Melalui produk berbagai produk teknologi yang diikutinya dalam sebuah gaya hidup masyarakat millennials memungkinkan adanya perubahan besar.
Meski diakui ada pergeseran perilaku karena teknologi, paling tidak memberi akomodasi atas perubahan sebuah peradaban baru dalam memerangi korupsi. Diakui, rata-rata mereka menghabiskan waktu di depan layar perangkat mobile meningkat. Fakta tersebut membuktikan, perilaku generasi millennials sudah tak bisa dilepaskan dari porsi mereka mengakses internet.
Teknologi juga membuat para generasi ini mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Saat ini, media sosial tanpa kita sadari menjadi platform sumber informasi mereka. Platform inilah kemudian akan menjadi literasi yang sangat kuat dalam memupuk pondasi timbulnya bibit korupsi.
Konten dan kreatitas menjadi hal yang wajib dilakukan untuk memperkuat pesan-pesan komunikasi tentang korupsi. Paling tidak pesan tersebut menjadi kekuatan kaum millenials jika terjun di dunia nyata yang bersinggungan dengan perilaku perbuatan korupsi.
Pembentukan karakter melawan korupsi Kita sangat berharap besar pada generasi ini untuk banyak terlibat dalam pencegahan korupsi. Generasi ini pada beberapa tahun kedepan akan memegang kendali bahkan diantaranya akan menjadi pemimpin dari level daerah, nasional dan bisa jadi tokoh internasional. Oleh karenanya pembentukan karakter harus menjadi pondasi yang sangat penting dan tertanam dalam sanubari millenial.
Pertanyaan seperti apa kebutuhan karakter tersebut? Nah itulah sebenarnya yang layak untuk didiskusikan. Pertama aspek kejujuran setidaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi kalangan millennials.
Membangun sikap jujur millennials memberi dampak pada integritas personal yang sangat kuat. Kejujuran memberi makna bahwa secara individu mampu berkarya untuk membangun diri yang bersih dalam menjalankan aktifitas. Sebagai contoh sebuah kejujuran bagai seorang millennials bisa dilihat dari kegiatan mereka.
Seperti contoh, ada seorang anak yang saat ini kelas XII sekolah menengah atas dan terlambat pulang sekolah. Kejujuran itu ketika ada seorang bapak bertanya pada sang anak “Kok terlambat pulang kak, kemanakah?”. Jawaban si kakak tiba-tiba terucap “Tadi mampir main game dulu bentar di game center Pak”.
Bentuk jawaban ini tentu sebuah jawaban jujur yang patut diapresiasi meski sebenarnya kalau main keseringan juga berpengaruh kurang baik dalam perkembangan jiwa anak.
Sebenarnya, pembentukan karakter dalam mengedukasi kalangan milenial sudah tercermin dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti menumbuhkan rasa keadilan, kesederhanaan dalam diri dan lingkungan sekitar, mempertegas disiplin dalam kegiatan, rasa tanggungjawab yang tinggi, memupuk keberanian dan kegigihan dalam kegiatan, motivasi yang kuat untuk berubah, mengembangkan pola perpikir positif dan lain sebagainya.
Bagaimana hal itu diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari? Kaum millenial identik dengan sebuah kreatifitas. Oleh karenanya diperlukan sebuah sentuhan kreatif dalam merangkul mereka dalam menyampaikan pesan anti korupsi.
Bentuknya bisa bermacam-macam mulai dari kegiatan yang mengandung unsur seni, musik, olah raga, kegiatan sekolah, kreatif kampus atau bahkan komunitas-komunitas kreatif yang memungkinkan untuk explore kemampuan dan hobby mereka.
Contoh, kita bisa mengemas sebuah pesan anti korupsi melalu ekspresi seni dengan sebuah kompetisi yang dilakukan secara berkala, baik remaja, sekolah, dunia kampus atau komunitas anak muda. Atau bisa melalui kreatif komunikasi dalam berbagai bentuk cetak, elektronik dan yang lain.
Implementasi bisa dengan desain grafis, poster, iklan kreatif, audio visual dan sebagainya. Semua itu dikemas dalam bentuk kreatif sesuai dengan selera anak muda dengan label millenials.
Tentu semua itu harus dibuat dengan melibatkan mereka sebagai kalangan millenials akrab dengan platform-platform kekinian. Youtube, facebook, instagram, podcast maupun media-media sosial kreatif lainnya adalah dunia mereka.
Adalah sebuah keniscayaan melibatkan mereka dengan kemampuan teknologi informasi yang sangat familiar sebagai upaya preventif membentuk karakter yang bebas korupsi. (*)
**) Akademisi di Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Pegiat Anti Korupsi, Mitra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta.