Erupsi merapi terlihat dari perkampungan warga sekitar. FOTO:IST/TWITTER

UNGARANNEWS.COM. UNGARAN TIMUR- Aktivitas gunung Merapi kembali meningkat, beberapa kali mengalami gempa dan letusan. Meski demikian tingkat aktivitas masih terpantau di Level II atau Waspada. Tercatat, letusan terakhir terjadi pada tanggal 21 Juni 2020 dengan tinggi kolom erupsi 6.000 meter di atas puncak.

Dirilis UNGARANNEWS.COM dari situs Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sabtu (25/7/2020), puncak Merapi terlihat jelas hingga kadang tertutup kabut. Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis hingga sedang, tinggi sekitar 20 meter dari puncak.

Berdasarkan rekaman seismograf hingga 25 Juli 2020, terjadi 3 kali gempa guguran, 2 kali gempa hembusan, 2 kali gempa Low Frequency, 15 kali gempa Hybrid/Fase Banyak, 1 kali gempa Vulkanik Dalam, dan 1 kali gempa Tektonik Jauh.

Potensi ancaman bahaya saat ini, disebutkan, berupa luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava dan berjatuhan material vulkanik dari letusan eksplosif. Kondisi demikian warga diminta menjahuhi puncak Merapi hingga radius 3 km. Hal itu untuk mengantisipasi bahaya abu vulkanik dari letusan awan panas maupun letusan eksplosif.

Pemerintah daerah yang berada di kawasan Merapi saat ini mulai mempersiapkan kantong-kantong apabila terjadi bencana tidak diinginkan. Seperti di Kabupaten Semarang, ada 19 desa yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang telah menyiapkan Tempat Evakuasi Akhir (TEA) di 42 desa bersaudara.

“Walaupun belum sempurna, namun sudah ada TEA di setiap desa yang dijadikan sebagai tujuan pengungsian,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang Edi Susanto kepada wartawan, kemarin.

Berdasarkan pengalaman, persebaran pengungsian pada tahun 2006 dan 2010 kurang terkoordinasi. Sehingga saat ini disiapkan TEA untuk masing-masing desa. Pemilihan desa bersaudara tersebut dilakukan secara mandiri, namun tetap tidak lepas dari pengarahan BPBD.

Selain itu, dipertimbangkan dari jaringan relasi maupun jalur evakuasi yang lebih dekat dengan desa yang termasuk KRB III. Setiap tempat hanya bisa diisi 30-50 persen dari kapasitas total.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat meninjau kawasan rawan bahaya Gunung Merapi Kamis (16/7/2020) lalu meminta agar ada simulasi pengungsian saat pandemi.

Simulasi model di Jepang bisa ditiru, yakni dengan menempati aula yang dibatasi kardus-kardus dan ditempati per keluarga. Ganjar menilai, skema sister village atau desa bersaudara juga masih efektif digunakan. Namun tetap perlu ada sosialisasi kembali kepada warga karena adanya Covid-19 membuat beberapa warga menjadi enggan. (dbs/abi/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here