FOTO: DJOKO SETIJOWARNO FOR UNGARANNEWS

Oleh: Djoko Setijowarno
(Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat)

KOMITMEN politik Kepala Daerah untuk memberikan prioritas program penataan transportasi umum sangat diperlukan, walau APBD Jawa Tengah tidak sebesar Prov. DKI Jakarta. Gub. Jawa Tengah Ganjar Pranowo sudah membuktikan itu. Dalam kurun tiga tahun sudah beroperasi lima koridor Bus Trans Jateng yang menghubungkan wilayah aglomerasi.

Provinsi Jawa Tengah memiliki program transportasi umum yang diselenggarakan dalam wilayah aglomerasi. Di Jawa Tengah terdapat delapan wilayah aglomerasi, antara lain Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi), Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen Klaten), Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen), Purwomanggung (Purworejo, Magelang, Wonosobo, Temanggung), Bregasmalang (Brebes, Tegal, Slawi, Pemalang), Wanarakuti (Juwana, Jepara, Kudus, Pati), Petanglong (Pekalongan Batang, Kab. Pekalongan) dan Banglor (Rembang dan Blora).

Di Provinsi Jawa Tengah sejak Juli 2017 sudah mengembangkan bus sistem transit (BST) Trans Jateng dengan pola beli layanan (buy the service). Dengan bis baru yang disiapkan oleh operator eksisting di masing-masing koridor. Dalam RPJMD Provinsi Jateng 2018-2023 mentargetkan untuk mengoperasikan 7 koridor.

Pengelolaan Bus Trans Jateng diselenggarakan oleh Balai Trans Jateng di bawah Dinas Perhubungan Jawa Tengah. Balai Trans Jateng juga sudah mengembangkan inovasi smart transportation aplikasi Si Anteng yang dapat memberikan layanan lebih baik kepada pelanggan atau pengguna Bus Trans Jateng.

Si Anteng dapat diunggah di play store. Si Anteng dapat memberikan gambaran pergerakan bus, jam kedatangan di masing-masing halte, sehingga para pelanggan dapat melakukan efisiensi perjalanan dengan membuka Si Anteng.

Selanjutnya, sekarang sedang mengembangkan sistem pembayaran non tunai (cashless) dapat terwujud tahun 2021 dari penyedia perbankan dan lembaga keuangan. Integrasi pembayaran seperti itu juga dapat dilakukan Bus Tran Jateng rute Terminal Tirtonadi (Kota Surakarta) – Terminal Sumber Lawang (Kab. Sragen) dengan Batik Solo Trans (BST) dan KRL Yogyakarta – Surakarta.

Pengembangan rute layanan transportasi umum Trans Jateng hingga akhir tahun 2020 sudah mencapai lima koridor. Rute pertama dikembangkan adalah Semarang (Stasiun Tawang) – Terminal Bawen (Kab. Semarang) pada 17 Juli 2017. Berikutnya pada Agustus 2018 rute Purwokerto-Purbalingga (30 kilometer). Kemudian pada Bulan Oktober 2019 membuka rute Terminal Bahirekso (Kab. Kendal) – Terminal Mangkang (Semarang). September tahun 2020, dikembangkan dua rute Trans Jateng. Untuk mendukung mengembangkan KSPN Borobudur, dikembangkan koridor Stasiun Kutoarjo (Kab. Kebumen) – Purworejo – Terminal Borobudur (Kab. Magelang). Selanjutnya, mendukung Batik Solo Trans (BST) di Kota Surakarta, dibuka rute Terminal Tirtonadi (Surakarta) – Terminal Sumber Lawang (Kab. Sragen). Kedua koridor baru ini sudah menggunakan bus dengan low entry. Tidak memerlukan halte tinggi lagi, cukup menyediakan bus stop untuk tempat peehentiannya.

Operasional Bus Trans Jateng mulai jam 05.00 hingga jam 21.00. Tarif yang dikenakan bagi pelajar, mahasiswa dan buruh Rp 2 ribu dan umum Rp 4 ribu. Jumklah openumpang bselama tiga tahun beroperasi sudah mencapai 8,8 juta penumpang. Target penumpang hingga pertengahan tahun 2021 mencapai 10 juta penumpang. Dan berhasil menyerap 691 tenaga kerja dan 411 petugas di Trans Jateng. Sebanyak 16,2 persen berasal dari keluarga pra sejahtera. Kemudian sebesar 280 pegawai dari operator Bus Trans Jateng.

Pengembalian barang tertinggal, sebanyak 130 barang sudah diterima penumpang yang menggunakan Bus Trans Jateng. Target pelayanan ke depan adalah sistem pembayaran non tunai dan pengembangan aplikasi Si Anteng.

Rencana pertengahan tahun 2021 akan dikembangkan koridor ke enam, yakni rute Semarang-Gubuk (Kab. Grobogan). Anggaran yang dikeluarkan tahun 2021 (APBD Jawa Tengah) sebesar Rp 96 miliar, termasuk rencana operasional rute Semarang – Gubug (Kab. Grobogan) di pertengahan tahun 2021.

Selain Provinsi DKI Jakarta yang memiliki APBD di atas Rp 75 triliun, seingga dapat memberikan subsisid Trans Jakarta, LRT Jakarta dan MRT, Provinsi Jawa Tengah juga bias sebagai patron bagi provinsi lain yang tidak memiliki APBD sebesar DKI Jakarta, namun memiliki komitmen politik yang kuat dalam menata transportasi umum.

Hal seperti ini dapat diikuti provinsi lainnya di Indonesia. Komitmen politik kepala daerah sangat diperlukan dalam hal menata transportasi umum antar kota antar kabupaten atau wilayah aglomerasi. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here