
UNGARANNEWS.COM. BAWEN- Seorang warga Semarang yang berkunjung ke Australia tertarik dengan sarung bantal bergambar tokoh wayang Punakawan, seperti Semar, Gareng, Petruk, Bagong dan tokoh pewayangan lainnya. Kerajinan yang menggunakan bahan dasar enceng gondok itu, mengingatkan pengrajin yang ada di sekitar kawasan Rawa Pening.
“Iya benar, kerajinan enceng gondok yang dijual di Austalia itu ternyata berasal dari Kabupaten Semarang,” ujar Andi Diwan (46) pengusaha property warga Pedurungan, Kota Semarang.
Kerajinan tersebut merupakan buatan tangan Nur Arifin (45), warga Lingkungan Wonorejo RT 02 RW X Kelurahan Bawen. Di temui di kediamannya, Nur Arifin mengatakan, kerajinan sarung bantal yang diusahakan sudah ekspor sejak tahun 2009.
“Beberapa produk garmen saya termasuk sarung bantal, pakaian khas berhias bordir dan asesoris jenis syal sudah diekspor ke Jerman, Jepang dan Australia,” ujarnya, kemarin.
Diterangkan oleh Nur Arifin, dirinya menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk melakukan eksport produk bordir buatannya. Usaha bordir “Mekar Sejahtera” yang dimulainya sejak tahun 2001 itu semakin berkembang saat berkenalan dengan para pengusaha eksportir aneka produk dari Salatiga dan Kabupaten Semarang.
Perkenalan itupun tergolong unik. Mereka mengetahui keberadaan usaha Nur Arifin dari papan nama yang terpampang di tepi jalan raya Bawen-Solo. Lalu satu per satu mereka menjalin kerja sama menjual aneka produk bordir ke luar negeri.
“Prosesnya juga sederhana, Saya diminta membuat contoh produk untuk dibawa ke pembeli di luar negeri. Setelah ada kecocokan, saya disuruh memproduksi dalam jumlah tertentu sesuai kemampuan,” akunya polos.
Diakuinya, produk buatannya memiliki ciri khas yang mampu menarik perhatian pembeli luar negeri. Penggunaan aneka bahan alami seperti enceng gondok dan bambu yang dipadukan dengan kreasi bordir menjadi daya tarik tersendiri. Baca Juga: Kongres Sampah: Kementerian LH Serukan Kelola Sampah Mulai dari Keluarga
Sebelumnya, produk sejenis telah memenangkan berbagai lomba kreasi rancangan bordir kebaya aplikasi potensi / bahan alami tingkat provinsi Jawa Tengah dan nasional. Penghargaan di tingkat nasional diterima Nur Arifin pada tahun 2003 dan di tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 lalu. Ayah dua anak ini bahkan berani mengklaim produk bordir berpadu bahan alami miliknya merupakan satu-satunya yang ada di tanah air.
Nur Arifin memulai usaha border bermodal pinjaman uang dari mertuanya. Ketika itu dengan kemauan yang kuat dan uang Rp 800 ribu, suami dari Kustiyah ini membuka usaha bordir sendiri. Sebelumnya, dia berguru kepada kakaknya bernama Wahono untuk menguasai ketrampilan membordir. Setelah menikah, Nur Arifin memberanikan diri untuk mandiri dan menjadikan usaha bordir sebagai gantungan hidup keluarganya.
Usaha telah berkembang, Nur Arifin kini memiliki enam pegawai tetap dan memiliki omzet bulanan lumayan besar. Jika ada pesanan dalam jumlah besar, Nur Arifin akan melibatkan tetangganya sebagai pegawai tambahan. Paling tidak ada tiga puluh tetangga yang telah memiliki ketrampilan membordir yang memadai siap membantu. Ketrampilan mereka juga hasil dari didikan dan binaan Nur Arifin memanfaatkan mesin dan peralatan bantuan dari Pemkab Semarang.
Meski terkesan enggan menyebutkan angka pendapatannya setiap bulan, dia mantap menyebut usaha bordir ini menjadi sumber pendapatan utama yang mampu menopang kehidupan keluarga.
“Pendapatan dari penjualan produk garmen berbordir untuk pasar lokal cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rejeki dari eksport produk juga lumayan meski masih sedikit. Terpenting, Saya bisa membantu para tetangga untuk mendapatkan penghasilan yang layak,” terangnya lagi.
Uniknya, papan nama penunjuk arah ke tempat usahanya yang terpasang di tepi jalan raya Bawen-Solo tidak terpasang permanen. Jika sedang sibuk mengerjakan pesanan produk dalam jumlah banyak, dia mencopot papan nama itu. Sebaliknya, kalau pesanan sedang sepi, dia memasangnya lagi. (abi/tm)