
UNGARANNEWS.COM. UNGARAN TIMUR- Masalah sampah di Kabupaten Semarang semakin mengkhawatirkan. Kapasitas tempat pembuangan akhir di TPA Blondo, Kecamatan Bawen, sudah mencapai ambang batas (overload) membutuhkan segera penanganan mengatasi beragam jenis sampah yang semakin menggunung.
Bakal terjadi probem besar jika TPA Blondo tidak mampu lagi menampung sampah. Koloni masyarakat di lingkungan turut terkena imbasnya ketika sampah yang dihasilkan dari rumah tangga tidak mampu terserap ke TPA. Pemandangan sampah berceceran akan tampak di sudut-sudut lingkungan, bahkan di pinggir-pinggir jalan.
Manajer Komunikasi dan Kerjasama Publik Bintari Amalia Wulansari (dalam webinar bertema Pengelolaan Sampah Plastik yang diselenggarakan Coca-Cola Amatil Indonesia pada Sabtu 27 Maret 2021) menyebutkan, Kabupaten Semarang dengan jumlah penduduk sebanyak 1,17 juta jiwa, setiap harinya menghasilkan sampah sebesar 520 ton per hari.
Dari jumlah tersebut kemampuan tampung TPA Blondo dengan luas 5 hektar hanya 170 ton per hari. Sisa sampah yang tidak mampu diserap diperkirakan tersebar kemana-mana atau dengan kata lain “bocor”.
Melihat kondisi tersebut masalah sampah tidak ubahnya bom waktu yang tinggal menunggu kapan TPA Blondo akan ditutup. Ketidakmampuan daya tampung menjadi alasan kuat untuk menutup paksa, sebelum Pemkab Semarang mencarikan solusi atau menyediakan lahan baru.
Mau tidak mau masalah ini bakal menjadi pil pahit yang harus ditelan bersama-sama. Masyarakat tentu tidak boleh berfikir satu arah dengan semata menyalahkan Pemkab. Harus juga kembali pada diri sendiri berkaitan kepedulian terhadap sampah dan kebersihan lingkungan di tempat tinggalnya. Sudahkah mereka peduli mengikuti anjuran pemerintah untuk mengurangi produksi sampah?
Solusi membuat lahan TPA baru juga bukanlah hal yang mudah. Membutuhkan biaya besar dan juga dampak lingkungan di kawasan TPA tersebut. Bahkan, muncul kerawanan sosial baru terkait penolakan masyarakat yang bisa berbuntut panjang. Bayangan dapat mengurangi risiko itu tentu bukan pemikiran bijak.
Upaya pengendalian sampah selama ini melalui program daur ulang seperti bank sampah dan TPS 3R (reduce, reuse, recycle). Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Semarang mencatat saat ini terdapat 6 TPS 3R di Kabupaten Semarang, masing-masing di Desa Jubelan Kecamatan Sumowono, Gemawang (Jambu), Klepu (Pringapus), Kebondowo (Banyubiru), Popongan (Bringin) dan Jetak Kecamatan Getasan.
Keenam TPS 3R menjadi penyanggah pengelolaan sampah. Di bawahnya terdapat 160 bank sampah unit, dan 1 bank sampah induk. Keberadaannya dapat mengelola sampah daur ulang untuk mengurangi sampah di TPA dengan hanya mengirim residu.
Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Kabupaten Semarang Budi Rahardjo (dalam webinar bertema Pengelolaan Sampah Plastik yang diselenggarakan Coca-Cola Amatil Indonesia, Sabtu 27 Maret 2021), menyebutkan, program 2021-2024 di bidang infrastruktur, Pemkab Semarang berencana membangun tempat pengolahan sampah terpadu di tiap kecamatan untuk mengendalikan timbunan sampah di TPA Blondo.
Perubahan paradigma pengelolaan sampah semacam itu harus diawali dengan kesadaran bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Seperti yang sudah berjalan atas inisiatif dilakukan Yayasan Bintari dan CCAI dalam menginisiasi pendirian bank sampah di Randugunting Kecamatan Bergas.
Berdasarkan catatan Amalia Wulansari disampaikan saat webinar diadakan Coca-Cola Amatil Indonesia, belum lama ini, kolaborasi Yayasan Bintari dengan CCAI sudah berjalan sejak setahun terakhir dan menghasilkan 3 bank sampah, dengan 79 nasabah. Ketiga bank sampah tersebut telah mengumpulkan 2 ton sampah dan rata-rata omzet Rp500 ribu per bulan.
TPS Terpadu
Melihat potensi pengelolaan sampah begitu besar, tentu bak gayung bersambut dengan rencana Pemkab Semarang mendirikan TPS terpadu di tiap Kecamatan. Peluang besar pengelolaan sampah sekaligus dapat mengembangkan pemberdayaan masyarakat. Program ini sinergis dengan kebutuhan masyarakat, pemeritah, dan dunia usaha.
Menjadi solutif ketika pemerintah daerah mampu menjalankan program penanganan sampah secara sistemik dari hulu hingga hilir. Persoalan sampah harus dimulai dari hulu mulai dari lingkungan rumah, kantor, dan industri, dan lain-lain. Fungsi pemilahan sampah bisa dimulai dari sini kemudian ditampung di TPS terpadu.
Pemilahan akan dapat mengurangi volume sampah di tingkat awal. Mana yang masuk sampah organik dan anorganik. Sampah organik seperti sayur, daun, dan lainnya yang mudah membusuk, dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut menjadi kompos atau pupuk.
Kemudian sampah anorganik yang tidak mudah hancur, seperti kertas, plastik, besi, kaca, seng, dan lain-lain dapat dikumpulkan. Sampah anorganik dibagi menjadi dua, yang bisa didaur ulang dan yang tidak bisa. Seperti plastik kresek, dan lainnya tidak bisa dihancurkan perlu pengelolaan khusus.
Beberapa kota sudah menggerakkan bank sampah, yang menerima untuk diolah menjadi pupuk atau kompos, yang kemudian dapat dijual kembali. Dengan demikian, sampah yang masuk ke pengangkutan hanya tinggal sampah yang tidak bisa didaur ulang sehingga dapat mengurangi volume sampah.
Proses di tingkat hulu ini perlu mendapatkan perhatian pemerintahan setempat seperti kecamatan bersama dinas terkait melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Saling memberikan dukungan untuk lingkungan serta nilai lebih yang didapat masyarakat. Selain itu, perlu penyadaran masyarakat peduli terhadap masalah sampah.
Perlu adanya pelatihan untuk menumbuhkan etos pengolahan agar selaras dengan tujuan pemberdayaan masyarakat. Dinas terkait dapat menyelenggarakan pelatihan per kelompok di lingkungan masyarakat. Tidak sebatas edukasi memilah sampah, pelatihan teknis dibutuhkan mulai cara mefermentasi kompos, budidaya maggot, hingga proses daur ulang untuk kerajinan tangan.
Permasalah belum selesai di sini, sisa sampah anorganik yang tidak bisa didaur ulang seperti plastik perlu penanganan khusus di tingkat hulu. Pemerintah dapat menyelenggarakan sarana dan prasarana untuk menuntaskan persoalan plastik yang selama ini menjadi momok masyarakat.
Keberadaan TPS terpadu dapat dimaksimalkan dengan menyediakan incinerator ramah lingkungan yang telah lulus uji lab emisi. Sisa sampah tidak bisa diolah tinggal dimasukkan ke dalam incinerator. Seluruh sampah di tingkat hulu tersebut dapat diproses hingga nyaris tanpa sisa.
Upaya Pemkab Semarang menahan laju sampah hingga hilir yakni TPA Blondo dapat tercapai jika proses pengolahan di hulu tersebut berjalan sesuai program terencana dan sistematis. Ketakutan akan terjadi penumpukan sampah di hilir hingga ancaman penutupan tentu tidak akan terjadi. (abdul muiz)