
Oleh: Mercy Bientri Yunindanova, S.P., M.Si (Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, UNS Surakarta)
SAAT ini banyak digalakkan program kepedulian terhadap lingkungan. Gerakan kepedulian lingkungan menjadi sangat penting mengingat kondisi global yang semakin banyak mengalami penurunan kualitas lingkungan. Penyebab degradasi lingkungan adalah polusi, peningkatan populasi, serta ketidakseimbangan penggunaan sumber daya alam.
Namun, hal mendasar yang harus kita sadari adalah bahwa penyebab itu semua adalah manusia atau kita sendiri dan kita bertanggung jawab serta hanya kita yang dapat memulihkan kondisi bumi menjadi tempat hidup yang nyaman bagi kita semua.
Kaum intelektual dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan dengan mudah memahami, sadar, peduli dan turut berkontribusi pada aktivitas nyata pengurangan polusi atau penanganan masalah lingkungan. Kaum dengan tingkat ekonomi menengah ke atas juga lebih mudah memiliki simpati terhadap lingkungan.
Namun, bagaimana menyentuh kaum awam dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dan level ekonomi bawah? Bagaimana kegiatan peduli lingkungan bisa menggaet kaum bawah? Padahal penyelesaian masalah lingkungan tidak dapat berjalan tanpa adanya integrasi semua komponen masyarakat dan sustainabilitas.
Solusi utama terletak pada bagaimana membuat daya tarik suatu program peduli lingkungan. Data tarik suatu kegiatan akan sangat beragam sesuai dengan segmentasi partisipannya. Kepedulian lingkungan harus menyasar semua segmen masyarakat yang berarti semua strata masyarakat harus disiapkan daya tariknya masing-masing. Dengan kata lain diperlukan variasi strategi dengan variasi daya tarik.
Contoh kasus yang membutuhkan kepedulian adalah Rawa Pening. Rawa Pening merupakan bentang alam berupa badan air dengan luas genangan antara 1.650 sampai 2.770 ha. Danau ini berkontribusi besar bagi masyarakat Jawa Tengah baik sebagai sumber pembangkit listrik, irigasi, perikanan dan pariwisata.
Berdasarkan peta batimetri pada tahun 2008, area terdalam Rawa Pening mencapai 18 meter yang terletak di sekitar Bukit Cinta. Namun, laju pendangkalan Rawa Pening sangat cepat hingga diperkirakan areal Rawa Pening akan penuh dengan sedimen.
Secara umum terdapat 3 masalah utama yang dihadapi Rawa Pening yaitu sedimentasi, penutupan areal oleh gulma enceng gondok dan sampah yang masuk ke areal rawa. Gulma enceng gondok telah menutupi 50% areal Rawa Pening.
Sehingga tidak heran bila danau Rawa Pening merupakan salah satu danau prioritas dari 15 danau yang harus dikonservasi pada periode tahun 2009-2014. Kepedulian lingkungan menjadi kunci penanganan 3 masalah pokok Rawa Pening yang semakin membuat pening banyak pihak. Telah banyak upaya dilakukan namun belum sepenuhnya membuat Rawa Pening menjadi “Rawa yang Bening”.
Untuk menyentuh peran masyarakat bawah dalam program kepedulian lingkungan Rawa Pening diperlukan daya tarik ekonomi. Hal ini mengingat sebagian besar penduduk desa di sekitar Danau Rawa Pening bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani atau menjadi buruh industri.
Pemberdayaan masyarakat yang berimplikasi pada potensi peningkatan ekonomi menjadi pendekatan fundamental. Data tarik ini dapat menjadi cara ampuh dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penyelesaian masalah Rawa Pening.
Penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa umumnya masyarakat sekitar Rawa Pening faham tentang enceng gondok, namun lemah partisipasinya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman tidak selalu berhubungan dengan kepedulian. Pemberdayaan masyarakat dan perbaikan ekonomi adalah kunci dasar bagi penanganan Rawa Pening.
Aplikasi tersebut sebetulnya telah dilakukan lewat industri pembuatan kerajinan tangan dari bahan enceng gondok yang selama ini telah dilakukan. Namun, penggunaan enceng gondok masih terbatas pada bagian tangkai daun dengan panjang 70 cm. Sedangkan akar dan helai daunnya tidak digunakan. Lalu bagaimana dengan tumbuhan dengan ukuran yang lebih kecil?
Pendekatan lain perlu dilakukan diantaranya dengan pembuatan pupuk organik dan silase pakan komplit. Enceng gondok sangat potensial diolah menjadi pupuk organik. Pengolahan enceng gondok menjadi pupuk organik sangat mudah, tanpa memerlukan teknologi khusus, cepat dan dapat dibuat pada skala industri kecil (UMKM).
Enceng gondok diolah menjadi pupuk organik dengan decomposer selama 2 minggu, selanjutnya dikemas dan dapat diperdagangkan. Pupuk organik enceng gondok dapat diperdagangkan dalam kemasan 3 kg. Pupuk organik ini telah terbukti memiliki kualitas yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan memenuhi standar SNI.
Sehingga, pupuk organik dapat dimanfaatkan untuk pupuk dasar dan media tanam. Selain itu, pupuk organik saat ini merupakan produk dengan jumlah permintaan yang tinggi seiring dengan peningkatan Gerakan Pertanian Organik, pengurangan pupuk kimia, dan trend Urban Farming.
Sehingga hal ini dapat menjadi solusi yang menarik untuk ditawarkan ke masyarakat.
Enceng gondok juga potensial dijadikan pakan ternak non konvensional. Enceng gondok dapat dibuat menjadi pakan ternak fermentasi atau dikenal sebagai silase.
Silase ini juga dapat dikombinasikan dengan bahan lain menjadi silase pakan komplit dengan kadar gizi yang lebih lengkap. Pengolahan ini dapat mengurangi populasi enceng gondok dan mengurangi biaya pakan bagi peternak di sekitar Rawa Pening.
Masalah sedimentasi juga dapat diatasi dengan penggunaan sedimen Rawa Pening manjadi produk media tanam yang siap jual.
Hasil kerukan sedimen telah diteliti dapat menjadi media tanam bagi komoditi pertanian tanpa membahayakan pertumbuhan tanaman. Sedimen dapat digunakan sebagai campuran media tanam.
Dengan pengemasan yang dilengkapi analisis kadar hara, sedimen rawa pening dapat menjadi produk yang diminati konsumen. Produksi media tanam juga dapat dilakukan dengan metode sederhana, mudah dan murah. Sehingga memungkinkan dilakukan oleh industri kecil atau UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
Daya tarik ekonomi menjadi point of interest untuk mengajak kaum mayarakat ekonomi lemah peduli terhadap lingkungan. Mengenalkan daya tarik ekonomi harus selalu menjadi langkah awal. Edukasi dalam bentuk sosialisasi akan membuka wawasan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat yang diawali dengan edukasi dan dilanjutkan dengan teknis pengolahan produk untuk mentransformasi enceng gondok atau sedimen menjadi produk layak jual, menjadi program yang akan menarik bagi masyarakat. Hal ini juga akan menjamin sustainabilitas gerakan peduli Rawa Pening. (*)