Kediaman Habib Rizieq di Mekkah terdapat bendera bertuliskan tauhid. FOTO:NET/ISTIMEWA/UNGARANNEWS

UNGARANNEWS.COM. UNGARAN TIMUR- Front Pembela Islam (FPI) melalui perwakilan Slamet Ma’arif menyebut pemeriksaan kepolisian Arab Saudi terhadap Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) pada 5 November 2018 tidak lepas adanya operasi intelijen yang dilakukan pemerintah Indonesia.

Pihak kepolisian Mekkah memeriksa Habib Rizieq karena adanya bendera hitam yang dipasang di depan rumahnya. Menanggapi hal tersebut FPI menyebut ada upaya fitnah yang hendak diarahkan ke Habib Rizieq dengan menempelkan bendera bertuliskan tauhid tersebut.

Juru Bicara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto saat dikonfirmasi Jateng Pos dari Ungaran mengatakan, tudingan FPI tersebut tidak benar. BIN tidak pernah melakukan operasi terkait dengan kasus Rizieq tersebut. Apalagi sampai memasang bendera maupun mengambil CCTV di kediaman Habib Rizieq.

“BIN tidak terlibat penangkapan Habib Rizieq Shihab di Saudi sebagaimana dilansir oleh tweeter HRS dan pernyataan FPI. Tuduhan BIN mengganggu HRS tidak benar. Apalagi menuduh bahwa anggota BIN mengontrak rumah di dekat kontrakan HRS, kemudian memasang bendera maupun mengambil CCTV,” ujar Wawan, Kamis (8/11) malam.

Menurut Wawan, tuduhan pemasangan bendera Tauhid di tembok tidak ada bukti maupun saksi menyebutkan BIN yang memasang, apalagi memfoto kemudian lapor ke Polisi Saudi.

“BIN justru menghendaki agar masalah cepat selesai dan tuntas, sehingga tidak berkepanjangan dan berakibat pada berkembangnya masalah baru, apalagi di luar negeri, dimana sistem hukum dan pemerintahannya berbeda,” jelasnya.

Disebutkan Wawan, BIN bertugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia termasuk HRS. Tidak benar jika ada anggapan bahwa HRS adalah musuh, semua adalah anak bangsa yang masing-masing memiliki pemikiran yang demokratis yang wajib dilindungi. Jika ada sesuatu yang kurang pas wajib diingatkan.

“Saudi adalah negara berdaulat yang tidak bisa diintervensi oleh Indonesia. Operasi intelijen di negara lain adalah dilarang. Mereka bisa dipersona non grata atau dideportasi atau bahkan dijatuhi hukuman sesuai dengan UU yang berlaku di negeri itu,” tandasnya.

Bagi Wawan, BIN adalah lembaga negara yang tetap ada meskipun silih berganti kepemimpinan nasionalnya, dan berkewajiban menjaga agar program pembangunan berjalan lancar demi kesejahteraan rakyat.

“Tidak ada dendam politik dengan HRS. BIN juga tidak pernah mempermasalahkan aliansi politik HRS. Itu hak seseorang dan sah-sah saja. Kami masih berharap masalah HRS dapat diselesaikan dengan duduk bersama,” tegasnya.

Harapan BIN, lanjut Wawan, masyarakat saat ini tidak terpecah karena beda pandangan. Perbedaan bagian dari memperkaya khasanah kebangsaan dan bukan alasan untuk terpecah.

“BIN tidak mengenal istilah kriminalisasi, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban serta kedudukan yang sama di depan hukum. BIN selalu siap membantu HRS, sebagaimana Kedubes RI juga siap membantu jika HRS dalam kesulitan, termasuk memberikan jaminan atas pelepasan HRS,” pungkasnya. (bdi/tm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here