
JAKARTA. UNGARANNEWS.COM- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan 6 tersangka kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. Para tersangka tidak lain, Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron dan 5 Kepala Dinas setempat. Keenam tersangka ditahan KPK sejak, Rabu (7/12/2022) malam.
Dalam jumpa pers, Kamis (8/12/2022) dini hari, Ketua KPK Firli Bahuri merinci keenam tersangka adalah Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) yang merupakan pihak penerima kasus tersebut.
Sedangkan 5 tersangka lainnya selaku pemberi suap, yaitu Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKP SDA) Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy (AEL), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto (WY).
Selanjutnya, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim (AM), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili (HJ), dan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat (SH).
Firli menjelaskan, KPK menangkap keenam tersangka pada Rabu (7/12/2022). Firli mengatakan tim penyidik memanggil secara patut kepada para tersangka itu untuk hadir di Gedung Polda Jatim, pada Rabu (7/12/2022) untuk diperiksa sebagai tersangka. Usai pemeriksaan, selanjutnya tim penyidik melakukan upaya paksa penangkapan terhadap 6 tersangka itu.
“Penangkapan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan mempercepat proses Penyidikan serta penyelesaian perkara. Berikutnya, para tersangka dibawa ke Jakarta dan menuju ke Gedung Merah Putih KPK guna dilakukan pemeriksaan lanjutan,” ujar Firli.
Penetapan mereka diawali adanya laporan pengaduan masyarakat yang diterima KPK. Berikutnya, dilakukan pengumpulan informasi dan data sehingga ditemukan adanya peristiwa pidana berdasarkan adanya bukti permulaan yang cukup.
KPK menduga tersangka RALAI menerima suap sekitar Rp5,3 miliar dalam kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten, Jawa Timur.
Firli mengungkapkan. penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas. Selain itu, kata dia, tersangka RALAI juga diduga menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi.
“Hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik,” ucap Firli.
Dalam kasus ini KPK menduga tersangka RALAI mematok tarif Rp50 juta sampai dengan Rp150 juta terkait lelang jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. “Untuk dugaan besaran nilai komitmen ‘fee’ tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta-Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka RALAI,” ucap Firli.
Lebih lanjut, Firli menjelaskan dalam jabatannya selaku Bupati Bangkalan periode 2018-2023, tersangka RALAI memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan dari para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.
Dalam kurun waktu 2019-2022, Pemkab Bangkalan atas perintah tersangka RALAI membuka formasi seleksi pada beberapa posisi ditingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT) termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV.
“Melalui orang kepercayaannya, tersangka RALAI kemudian meminta komitmen ‘fee’ berupa uang pada setiap ASN yang berkeinginan untuk bisa dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut,” ungkap Firli.
Adapun ASN yang mengajukan diri dan sepakat untuk memberikan sejumlah uang sehingga dipilih dan dinyatakan lulus oleh tersangka RALAI, yaitu tersangka AEL, tersangka WY, tersangka AM, tersangka HJ, dan tersangka SH.
“Mengenai besaran komitmen ‘fee’ yang diberikan dan diterima tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan,” kata dia.
Selain itu, KPK juga menduga ada penerimaan sejumlah uang lain oleh tersangka RALAI karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran “fee” sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.
Atas perbuatannya, tersangka RALAI sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara, tersangka AEL, WY, AM, HJ, dan SH sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Perlu diketahui, Abdul Latif Imron si Bupati Bangkalan, merupakan adik kandung Fuad Amin mantan Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan. Kini Latif mengikuti jejak Fuad Amin yang sebelumnya juga ditangkap KPK perkara suap jual beli gas alam di akhir tahun 2014. Dia terbukti menerima suap terkait jual-beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gilir Timur.
Fuad Amin divonis 8 tahun pada 2015, kemudian oleh Mahkamah Agung diperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara pada 2017. Ia meninggal saat menjalani masa tahanan pada Senin tanggal 16 September 2019 lalu. (dbs/ist/tm)